Page 161 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 161
bola dekat markas shodan pada kandang darurat yang besar sekali. Ada
hal yang aneh bahwa babi-babi yang terbunuh tak satu pun berubah
men jadi manusia. Mereka sungguh-sungguh babi, dengan kulit ber-
bulu hitam penuh lumpur, dengan taring dan mon cong. Keajaiban itu
membuat para petani akhirnya mulai ikut berburu babi di hari keempat,
dan terus berburu babi di masa antara setelah panen dan sebelum masa
tanam menjadikan itu tradisi.
Babi-babi yang mati terbunuh mereka lemparkan ke dapur restoran-
restoran milik orang Cina, sementara yang hidup dipersiapkan untuk
adu babi dalam rangka merayakan kemenangan mereka yang gemilang.
Babi-babi itu akan diadu dengan ajak dalam satu arena, merupakan yang
pertama di Halimunda membuat penduduk kota yang haus tontonan
antusias menantikannya. Sang Shodancho dan para prajurit memper-
siapkan sebuah arena di lapangan bola. Arena itu merupakan dinding
papan yang dibuat melingkar setinggi tiga meter. Di bagian luar dinding
pada ketinggian dua meter terdapat papan kukuh tempat para penonton
akan berdiri, ditopang bambu yang malang-melintang. Untuk mencapai
papan tersebut, orang harus melalui tangga yang dijaga dua tentara
sebagai petugas pe nyobek tiket, sementara tiket bisa diperoleh dengan
membelinya pada seorang gadis cantik di belakang meja.
Pertunjukan berlangsung di sore hari Minggu, dua minggu setelah
kedatangan Sang Shodancho. Akan dilaksanakan sepanjang enam hari,
sampai semua babi mati dan dilemparkan ke dapur restoran. Para penon-
ton berdatangan dari seluruh pelosok kota, beberapa bahkan da tang dari
luar kota, dan mereka segera antri di depan gadis cantik pen jual tiket.
Sementara itu, orang-orang yang mau menonton tapi tak mau membayar
atau tak mampu membayar, berebut naik pohon kelapa yang tumbuh
di sekeliling lapangan bola dan duduk di dahan-dahan nya. Pakaian
mereka yang berwarna-warni akan membuat terasa aneh jika dilihat
dari kejauhan, seolah buah kelapa tak lagi berwarna hijau dan cokelat.
Adu babi itu sendiri berlangsung sangat menarik. Ajak-ajak yang
dipelihara Sang Shodancho, meskipun telah dijinakkan, masih mem-
perlihatkan keliarannya mengeroyok babi hutan. Seekor babi melawan
lima atau enam ajak, tentu saja tak adil, tapi semua orang berharap
babi itu memang mati. Mereka tidak sedang melihat pertarungan, tapi
154
Cantik.indd 154 1/19/12 2:33 PM