Page 158 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 158

”Jumlah yang cukup untuk serbuan babi,” jawab prajurit Tino Sidiq
                 sambil membelai seekor ajak.
                    ”Minggu depan kita langsung bergerak ke front,” kata Shodancho.
                    Kasus serangan babi itu telah berawal sekitar empat atau lima tahun
                 sebelumnya, ketika seorang petani bernama Sahudi dan lima orang te-
                 mannya berburu babi. Sawah dan ladang mereka persis di kaki bukit Ma
                 Iyang dan telah sebulan itu diserang oleh babi hutan. Mendekati panen,
                 khawatir serangan babi itu semakin ganas, Sahudi segera mengum pul-
                 kan teman-temannya dan bersiap melakukan penyergapan. Terutama
                 ketika anak kecilnya yang baru berumur tujuh tahun memergoki seekor
                 babi telah sampai ke halaman belakang rumah, kesabarannya sungguh-
                 sungguh lenyap.
                    Mereka memilih satu malam bulan purnama, dengan senapan angin
                 masing-masing di tangan, enam orang itu duduk berpasangan di po-
                 hon jambu air, sawo, dan kedondong, masing-masing di sebuah sudut.
                 Di temani rokok yang menyala kecil, mereka menanti dengan penuh
                 ke sabaran tanpa bicara satu sama lain dengan satu instruksi tembak
                 di tempat bagi babi pertama yang terlihat oleh siapa pun. Meskipun
                 mereka harus menanti sampai waktu mendekati dini hari, akhirnya suara
                 dengusan binatang itu terdengar juga. Dalam waktu beberapa menit si
                 tikus besar telah menampakkan diri di bawah ca haya bulan pur nama,
                 bukan cuma seekor, ternyata sepasang. Ke duanya tampak hendak menuju
                 perkampungan, namun melihat ladang subur tempat keenam orang itu
                 bersembunyi, babi-babi itu tak melewatkan waktu untuk menyerang
                 tanaman kacang dan jagung yang ditanam di sana.
                    Senapan telah diisi angin sampai penuh, dan Sahudi segera meng-
                 angkat senapannya. Ia membidik salah seekor babi, yang pa ling tampak
                 oleh cahaya bulan, dan dalam waktu bersamaan tiga senapan meletus
                 pada babi yang sama. Babi itu tersungkur rebah di tanah dengan kepala
                 berhiaskan tiga lubang peluru, tepat pada batok otaknya, sementara tiga
                 yang lain mencoba menembak babi yang satu namun luput. Babi itu
                 segera lari menerjang apa pun demi melihat pasangannya roboh dan
                 demi mendengar suara letusan senapan.
                    Keenam orang tersebut segera berlompatan dari pohon masing-
                 masing, dan ketika melihat babi itu belum mati sepenuhnya, Sahudi

                                             151





        Cantik.indd   151                                                  1/19/12   2:33 PM
   153   154   155   156   157   158   159   160   161   162   163