Page 164 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 164

Setelah memperoleh tepuk tangan dari penonton atas aksi bokongnya,
                 mereka kemudian akan berputar dan menghadapi penonton sambil
                 sedikit berjongkok. Orang-orang kembali bertepuk tangan karena ia
                 mengenakan rok mini sehingga terlihat apa yang ingin ia perlihatkan.
                 Paduan antara musik yang mendayu, kemesuman, kecengengan, itulah
                 yang membuat banyak orang bergembira malam tersebut.
                    Sang Shodancho melihat Alamanda kembali, berjalan seorang diri.
                 Ia mengenakan jeans dan jaket kulit, dengan rokok kembali bertengger
                 di bibirnya yang manis. Sang Shodancho sungguh-sungguh bersyukur
                 telah keluar dari hutan dan menemukan seorang bidadari hidup di kota-
                 nya tercinta. Gadis itu tak ikut bergoyang di depan panggung, melain-
                 kan hanya berdiri menonton di samping seorang penjual makanan yang
                 bertebaran di sekeliling lapangan bola. Tak tahan dengan provokasi
                 ke cantikannya, Sang Shodancho yang dilanda cinta membabi-buta
                 menghampirinya. Kepopulerannya membuat perjalanan ke tempat si
                 gadis sungguh-sungguh penuh gangguan, sebab ia harus meladeni sapaan
                 ramah orang-orang. Akhirnya gadis itu ada di hadapannya, atau ia ber-
                 diri di hadapan si gadis, dan menyaksikan sendiri kecantikan alami yang
                 mengagumkan itu di depan matanya sendiri. Ia mencoba tersenyum,
                 tapi Alamanda hanya meliriknya acuh.
                    ”Tak baik seorang gadis berkeliaran seorang diri di malam hari,” kata
                 Sang Shodancho membuka basa-basi.
                    Alamanda menatap lurus ke arah mata Shodancho masih dengan
                 tatapan seolah acuhnya dan berkata, ”Jangan bodoh, Shodancho, aku
                 berkeliaran dengan ratusan orang malam ini.”
                    Selepas mengatakan itu, Alamanda pergi meninggalkannya begitu
                 saja tanpa pamit. Itu membuat Sang Shodancho berdiri terpaku tak
                 per caya. Serangan gila itu bagaimanapun jauh lebih mengerikan dari
                 semua pertempuran yang pernah dialaminya. Ia berbalik dan melangkah
                 dengan tubuh dan jiwa yang sungguh tak berdaya.
                    ”Adakah strategi gerilya untuk mengalahkan cinta?” tanyanya dalam
                 satu keluhan pendek pada diri sendiri.
                    Ia mencoba melupakan bayangan tentang gadis itu, namun semakin
                 ia mencoba melupakan, wajah setengah Jepang setengah Belanda dan
                 sedikit Indonesia itu semakin menghantuinya. Ia mencoba mencari

                                             157





        Cantik.indd   157                                                  1/19/12   2:33 PM
   159   160   161   162   163   164   165   166   167   168   169