Page 219 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 219
di depannya berbuat lebih jauh dari itu. Ia tak ingat berapa lama ia
da lam keadaan seperti itu, mungkin setengah jam, mungkin satu jam,
sehari, tujuh tahun, atau delapan abad, yang ia tahu adalah bahwa
kemudian Sang Shodancho mulai menanggalkan pakaiannya sendiri,
berdiri telanjang dengan angkuh di samping tempat tidur.
Sejenak laki-laki itu masih meremas dadanya sebelum menjatuhkan
tubuh di atas tubuh si gadis, mencium bibirnya dalam gigitan-gi gitan
kecil, dan tanpa membuang banyak waktu ia mulai me nye tubuhinya.
Alamanda masih melihat wajahnya yang berupa seberkas warna putih
di jarak yang demikian dekat dengan matanya, merasakan kemaluan-
nya dibuat porak-poranda oleh kebiadaban tersebut. Ia mulai menangis
meskipun ia tak tahu apakah tubuhnya masih mam pu mengeluarkan air
mata atau tidak. Hal itu berlangsung terasa demikian lama dan tanpa
akhir, seolah ia memperoleh delapan abad yang lain, menyaksikan diri-
nya diperlakukan begitu kotor karena bahkan ia tak lagi berdaya untuk
menutup matanya sendiri. Sampai kemudian ia tak sadarkan diri, atau
seperti itulah pikirnya karena ia tak merasakan apa-apa, atau karena
ia tak ingin merasakan apa pun lagi. Akhirnya Sang Shodancho mele-
paskan dirinya sambil berguling ke samping tubuhnya yang bahkan
sejak semula masih dalam posisi yang sama: telentang telanjang dengan
tubuh bagai lengket ke atas permukaan tempat tidur.
Sang Shodancho berbaring sejajar dengannya dengan napas satu-
satu yang demikian perlahan membuat Alamanda berpikir bahwa
laki-laki itu telah jatuh tertidur setelah lelah memerkosa dirinya. Ia
bersumpah jika seluruh kekuatannya pulih di saat itu, ia tak segan-
segan mengambil pisau, menusuk laki-laki yang tertidur itu untuk
mem bunuhnya. Atau meledakkan mortir di dalam mulutnya. Atau
melemparkannya ke tengah laut dengan meriam. Namun ternyata duga-
an bahwa laki-laki itu sudah jatuh tertidur sama sekali keliru karena
kemudian Sang Shodancho bangun dan berkata, kali ini ia mulai bisa
mendengarnya, ”Jika kau ingin menaklukkan laki-laki dan mencampak-
kannya bagai sampah hina, kau salah bertemu denganku, Alamanda.
Aku memenangkan semua perang, termasuk perang melawanmu.”
Ia bisa mendengar kata-kata bagai duri yang menusuk itu, dikatakan
dengan nada sinis dan mengejek. Ia tak bisa berkata apa pun untuk
212
Cantik.indd 212 1/19/12 2:33 PM