Page 214 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 214

Paling tidak informasi yang mengatakan bahwa gadis itu pernah
                 ditaklukkan dan pernah jatuh cinta membuatnya sedikit lega. Lagi
                 pula sulit dipercaya jika gadis itu memiliki keberanian yang kurang ajar
                 mempermainkan seorang laki-laki dengan kekuasaan mutlak di kota,
                 kecuali untuk kedua kalinya ia telah jatuh cinta, dan Sang Shodancho
                 lebih menyukai kemungkinan kedua.
                    Keyakinan Sang Shodancho semakin bulat ketika pada suatu sore
                 dalam kunjungannya, gadis itu menemukan jahitan yang lepas di
                 pa  kaian seragamnya. Tanpa malu-malu sementara saat itu Sang Sho-
                 dancho sedang berbincang dengan Dewi Ayu ibunya, Alamanda ber-
                 kata, ”Jahitan bajumu lepas, Shodancho. Jika tak keberatan akan aku
                 jahitkan untukmu.”
                    Kedengarannya sangat manis sekali dan hatinya melambung ke
                 langit ketujuh. Ia segera melepaskan pakaian seragamnya me ning gal-
                 kan hanya kaus oblong hijau tua dan memberikan seragam itu pada
                 Alamanda yang segera membawanya ke kamar jahit. Terutama memang
                 peristiwa itu yang membuatnya yakin bahwa Alamanda membalas
                 perhatian dengan semestinya. Kini yang perlu ia lakukan hanyalah
                 melakukan pembicaraan yang lebih serius dalam hubungan mereka;
                 Sang Shodancho bahkan berharap bisa melakukan pem bicaraan menge-
                 nai hari perkawinan dan ia mengeluh dalam hati betapa lambatnya
                 hari berganti.
                    Kesempatan untuk mengungkapkan perasaan hatinya datang pada
                 satu sore yang cerah ketika mereka berdua berjalan-jalan ke dalam hu tan
                 tanjung dalam sebuah tamasya untuk menunjukkan rute gerilya nya di
                 masa lampau. Laki-laki itu memperlihatkan kepadanya gubuk tempat
                 ia tinggal bertahun-tahun, gua-gua tem patnya bermeditasi dan bersem-
                 bunyi, sisa-sisa senjata, berupa mortir, senapan dan serbuk mesiu. Ia
                 ju ga memperlihatkan benteng-benteng pertahanan yang pernah dibuat
                 Jepang. Lalu keduanya duduk berdua sambil memandang laut lepas,
                 tepat di halaman depan gubuk gerilya pada kursi dan meja batu tempat
                 dahulu ia melakukan rapat dengan pasukannya. Hari itu udara cukup
                 ha ngat dan angin timur berembus menyenangkan.
                    Apakah minum jus buah di pinggir laut seperti itu cukup me nye-
                 nang kan, tanya Sang Shodancho yang dijawab Alamanda bahwa ya,

                                             207





        Cantik.indd   207                                                  1/19/12   2:33 PM
   209   210   211   212   213   214   215   216   217   218   219