Page 218 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 218

bertanya-tanya kemungkinan bahwa ia sudah mati dan jiwanya tengah
                 terbang menuju kerajaan langit. Namun sebagaimana ia lihat dalam
                 pandangan yang semakin samar-samar itu, ia sama sekali tak terbang
                 dan hanya melayang pendek ketika Sang Shodancho mengangkatnya
                 dan meletakkannya di bahunya yang kuat, berjalan memanggul tubuh-
                 nya. Hey, ke mana kau akan membawaku, tanyanya keras tapi tak satu
                 suara pun muncul dari mulutnya. Shodancho membawanya masuk ke
                 gubuk gerilya, kemudian Alamanda merasa melayang kembali ketika
                 Sang Shodancho melemparkannya ke atas tempat tidur.
                    Ia kini berbaring di sana, mulai menyadari apa sebenarnya yang
                 tengah terjadi. Ditakutkan oleh kemungkinan apa yang akan menimpa
                 dirinya, ia mulai memberontak namun kekuatan tubuhnya belum pu-
                 lih kembali. Dari waktu ke waktu kekuatannya justru semakin lenyap
                 sehingga ia merasa tubuh dan tangan serta kakinya melekat erat ke
                 per mukaan tempat tidur dan ia tak mampu menggerakkan mereka
                 barang sedikit pun juga.
                    Ketika Sang Shodancho mulai melepaskan kancing gaun miliknya,
                 Alamanda sudah tak berdaya sama sekali dan menyerah sepenuhnya
                 dalam kemarahan dan kehancuran. Ia memandang laki-laki itu menang-
                 galkan gaun tersebut dan melemparkannya ke ujung tempat tidur. Sang
                 Shodancho terus bekerja dalam ketenangannya yang me ngerikan, dan
                 ketika ia telah telanjang sepenuhnya, ia merasakan jari-jari Sang Sho-
                 dancho dengan permukaannya yang kasar dibuat keras oleh genggaman
                 senjata selama perang serta luka-luka bekas pecahan mortir di waktu
                 yang sama, mulai merayap di atas tubuhnya, bergerak perlahan-lahan
                 membuat Alamanda merasa mual.
                    Sang Shodancho mengatakan sesuatu yang tak terdengar juga
                 olehnya, dan kini tak hanya ujung-ujung jarinya yang bergerak, tapi
                 seluruh permukaan tangannya mulai mencengkeram tubuhnya seolah
                 ingin membuatnya hancur. Sang Shodancho meremas dadanya dengan
                 liar membuat Alamanda ingin melolong, menjelajahi seluruh tu buhnya,
                 menyelusup di antara kedua pahanya, dan kini ia pun mulai menciumi
                 Alamanda dengan bibirnya, meninggalkan jejak ludah nyaris di seluruh
                 tubuh gadis tersebut. Ini membuat Alamanda tak hanya ingin melolong,
                 ia bahkan ingin mencekik lehernya sendiri agar mati sebelum laki-laki

                                             211





        Cantik.indd   211                                                  1/19/12   2:33 PM
   213   214   215   216   217   218   219   220   221   222   223