Page 217 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 217

bahwa gadis ini tak akan berani melakukannya pada seorang shodancho
              pemimpin pemberontakan dan pahlawan sebuah kota, lebih dari itu, ia
              sangat berani dan tampak sangat me nikmatinya.
                 Ia semakin marah ketika dilihatnya gadis itu hanya diam saja de-
              ngan ketenangan yang luar biasa di seberang meja, duduk kembali dan
              meminum jus buahnya. Semakin marah ketika gadis itu ter senyum
              ke padanya seolah ia ingin mengatakan permintaan maaf, perasaan
              me nyesal telah membuatnya patah hati, atau kata-kata semacam, kau
              terlambat, Shodancho. Ia sangat marah namun dengan penuh ketenangan
              ia akhirnya berkata, ”Cinta itu seperti iblis, lebih sering menakutkan
              daripada membahagiakan. Jika kau tak mencintaiku, paling tidak ber-
              cintalah denganku.”
                 Betapa menyedihkannya seorang laki-laki, pikir Alamanda. Ia me-
              mandang wajah Sang Shodancho, tapi sejenak ia heran kenapa wajah
              itu tiba-tiba bergoyang-goyang ke sana-kemari, dan belakangan wajah
              tersebut menjadi dua bagian yang timbul-tenggelam. Ia ingin bertanya
              kepada Sang Shodancho apa yang terjadi dengan wajahnya, tapi kenapa
              juga mulutnya terasa tak berdaya untuk bergerak. Sekonyong-konyong
              ia merasa tubuhnya sendiri goyah, dan berpikir jangan-jangan tubuh-
              nya pun akan terbelah menjadi dua bagian sebagaimana wajah Sang
              Shodancho. Itulah memang yang terjadi ketika ia melihat tangannya
              yang masih menggenggam jus buah sisa separuh itu: kini tangannya pun
              mulai menjadi dua, tiga, bahkan empat.
                 Ia masih melihatnya meskipun hal itu tampak semakin kabur ketika
              Sang Shodancho berdiri dari tempatnya duduk, berjalan memutari meja
              ke arahnya sambil mengatakan sesuatu yang sama sekali tak ia dengar.
              Tapi ia cukup bisa merasakannya ketika Sang Shodancho berdiri di sam-
              pingnya dan mengelus pipinya dengan begitu lembut, menyentuh dagu
              dan ujung hidungnya. Alamanda ingin berdiri dan menampar laki-laki
              itu atas kekurangajaran yang ia lakukan, tapi seluruh kekuatan dirinya
              hilang entah ke mana. Bahkan untuk menoleh pun ia sudah tak sang-
              gup dan lebih dari itu ia bahkan mulai terhuyung dan tubuhnya jatuh
              membentur tubuh Sang Shodancho.
                 Tangan laki-laki itu terasa menggenggam erat tubuhnya yang ram-
              ping dan mungil, dan tiba-tiba ia merasa melayang di udara sambil

                                           210





        Cantik.indd   210                                                  1/19/12   2:33 PM
   212   213   214   215   216   217   218   219   220   221   222