Page 284 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 284

”Kau boleh membunuhku jika mau, sebagaimana kau boleh memer-
                 kosaku kapan pun dan aku tak akan memberikan perlawanan sedikit
                 pun,” kata Adinda tak tergoda oleh gurauannya. ”Kau boleh jadikan
                 aku budak, atau apa pun.” Ia mengambil sapu tangan dari saku roknya,
                 dan menghapus banjir air mata di pipinya. ”Bahkan kau boleh menga-
                 winiku.”
                    Seekor tokek berbunyi tujuh kali di kejauhan, pertanda ia mencari
                 teman berahi.


                 Jika bayi itu sungguh-sungguh hilang dari perut istrinya, Sang Shodan-
                 cho yakin itu pasti karena kutukan Kamerad Kliwon. Kutukan dari
                 seorang kekasih yang cemburu. Hal-hal seperti ini tak bisa dihadapi
                 de ngan senjata dan bahkan tidak juga dengan perang tujuh turunan,
                 ia harus mencari penyelesaian damai dengan laki-laki itu demi menye-
                 lamatkan anak pertamanya. Ia akhirnya berkata pada Kamerad Kliwon
                 bahwa ia akan memerintahkan nahkoda-nahkoda kapal ikannya untuk
                 beroperasi jauh di lepas pantai dan tidak di daerah tradisional milik
                 nelayan berperahu.
                    Tapi tolong, katanya, jauhkan kutukan itu dari perut istrinya. Ia
                 sangat menginginkan anak untuk membuktikan kepada dunia bahwa ia
                 dan istrinya saling mencintai satu sama lain, bahwa perkawinan mereka
                 adalah perkawinan yang membahagiakan. Kamerad Kliwon tersenyum
                 mendengar itu, bukan karena tahu bahwa apa yang di katakannya bo-
                 hong belaka karena ia tahu bahwa Alamanda hanya mencintai dirinya
                 dan sama sekali tak mencintai Shodancho itu, tapi karena, ”Tak ada
                 hubungannya antara panci kosong dan kapal-kapal itu, Shodancho.”
                    Seolah tak memedulikan apa yang dikatakan Kamerad Kliwon, Sang
                 Shodancho tetap menyingkirkan kapal-kapal penangkap ikannya jauh
                 ke tengah laut. Para nelayan mulai bersuka ria menganggap itu sebagai
                 kemenangan mereka karena kapal-kapal itu tak hanya tidak menangkap
                 ikan di daerah jelajah mereka, namun kapal-kapal itu juga tak menjual
                 ikan-ikannya di pelelangan mereka. Kapal Sang Shodancho berlabuh
                 di pelelangan-pelelangan kota lain yang lebih besar dan membutuhkan
                 lebih banyak ikan.
                    Kamerad Kliwon mencoba memberitahu apa yang terjadi dengan

                                             277





        Cantik.indd   277                                                  1/19/12   2:33 PM
   279   280   281   282   283   284   285   286   287   288   289