Page 283 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 283

Tak mudah memasukkan orang ke dalam kapal, meskipun akhirnya
              berhasil memasukkan dua orang di masing-masing kapal. Itu sangat
              tidak memadai, tapi cukup daripada tidak sama sekali. Sementara me-
              nunggu mereka berhasil memprovokasi buruh-buruh kapal, kebanyakan
              nelayan dibuat tak sabar dan mendesak Kamerad Kliwon untuk mem-
              bakar kapal-kapal itu. Kamerad Kliwon mencoba menenangkan mereka.
                 ”Beri aku waktu bicara dengan Sang Shodancho,” katanya.
                 Itu adalah negosiasi pertama Kamerad Kliwon dengan Sang Sho-
              dan cho, yang gagal menghasilkan apa pun. Lebih dari itu, Sang Sho-
              dancho bahkan menambah kapal penangkap ikannya. Para nelayan
              men desaknya kembali untuk mengambil jalan pintas, membakar kapal.
              Untuk kedua kali, Kliwon meminta izin untuk bicara kembali dengan
              Sang Shodancho. Itu waktu ia datang ke rumahnya dan melihat perut
              Alamanda kosong tanpa isi. Bukan hanya Sang Shodancho yang meng-
              anggapnya sebagai kutukan seorang lelaki pencemburu, tapi bahkan
              Adinda berpikir demikian pula.
                 Ia datang di suatu sore, memohon dengan sangat kepadanya.
                 ”Jangan kau sakiti kakakku,” katanya, nyaris menangis, ”ia telah
              cukup menderita kawin dengan Shodancho itu.”
                 ”Aku tak melakukan apa pun.”
                 ”Kau mengutuknya agar kehilangan anak.”
                 ”Itu tidak benar,” kata Kamerad Kliwon membela diri, ”aku hanya
              melihat perut kakakmu dan aku mengatakan apa yang aku lihat.”
                 Gadis itu sama sekali tak percaya. Ia duduk di tempat biasanya ia
              membaca buku, campur-aduk antara marah dan kebingungan. Biasa nya
              Kamerad Kliwon akan pergi meninggalkannya, namun kali ini ia dengan
              tak berdaya menarik kursi dan duduk di depannya. Tak ada siapa pun
              sore itu kecuali mereka berdua, bersama cicak di din ding, dan laba-laba
              yang bergelantungan membangun jerat.
                 ”Kumohon, Kamerad, lupakanlah Alamanda.”
                 ”Aku bahkan telah lupa itulah namanya.”
                 Adinda mengabaikan humor yang tak lucu tersebut. ”Jika kau marah
              padanya,” ia berkata, ”lampiaskan dendammu padaku.”
                 ”Baiklah, kau akan kuiris-iris seperti tomat,” kata Kamerad Kliwon
              dalam usaha sia-sia menenangkan gadis itu.

                                           276





        Cantik.indd   276                                                  1/19/12   2:33 PM
   278   279   280   281   282   283   284   285   286   287   288