Page 332 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 332

”Aku akan berhenti sekolah,” kata Maya Dewi suatu ketika, menge-
                 jutkan Maman Gendeng. Waktu itu Maya Dewi telah men jelang beru-
                 mur tujuh belas tahun. Alasannya sangat tegas dikatakan Maya Dewi,
                 bahwa ia ingin mengurus rumah dan suaminya dengan lebih baik.
                    Meskipun Maman Gendeng bisa membantah bahwa selama ini
                 rumah dan dirinya telah terurus dengan baik, bahkan mungkin jauh
                 le bih baik daripada yang pernah dilakukan perempuan-perempuan lain
                 di seluruh kota sebab terbukti banyak suami melarikan diri ke rumah
                 pelacuran Mama Kalong, Maman Gendeng menerima saja apa yang
                 diputuskan istrinya dan tidak melihat hal itu sebagai hal buruk. Ter-
                 utama karena di mata istrinya ia melihat keyakinan yang tak tergoyahkan
                 tentang gagasannya berhenti sekolah.
                    Hingga ketika malam datang, sebagaimana biasa Maman Gendeng
                 masuk ke kamar istrinya untuk mengucapkan selamat malam dan
                 me ngecup dahinya serta menyelimutinya. Ia menemukannya tengah
                 berbaring di atas tempat tidur dengan seprei berwarna merah muda
                 dengan wangi bunga mawar di udara kamar. Maya Dewi telanjang bulat
                 di sana, di bawah lampu yang berpendar muram, tersenyum padanya
                 dan berkata:
                    ”Sayang, aku adalah istrimu dan aku sudah cukup dewasa untuk me-
                 nerimamu di atas tempat tidur,” katanya sebelum melanjutkan, ”peluk
                 dan bercintalah denganku malam ini, sebab ini malam terindah yang
                 akan kita miliki, malam pertama setelah lima tahun terlambat.”
                    Pada umurnya, ia sungguh-sungguh demikian cantik, warisan kecan-
                 tikan ibunya, dengan rambut yang mengembang di atas bantal, dengan
                 buah dada yang mencuat terang-gelap di bawah temaram lampu, semen-
                 tara kedua tangannya jatuh di atas tempat tidur di samping tubuhnya.
                 Pinggulnya begitu indah dan kuat, dengan sebelah kaki sedikit terang-
                 kat tertekuk. Maman Gendeng tergagap sejenak melihat pemandangan
                 yang demikian memukau itu. Demi Tuhan ia tak pernah menyadari
                 penantiannya selama lima tahun akan menghadiahinya anugerah yang
                 luar biasa seperti ini, seolah-olah ia telah melakukan perjalanan jauh
                 dan memperoleh permata paling indah di dunia.
                    Lalu bagaikan didorong oleh kekuatan gaib yang tak kuasa ditolak,
                 ia bergerak mendekat, menjulurkan tangannya menjelajahi petak demi

                                             325





        Cantik.indd   325                                                  1/19/12   2:33 PM
   327   328   329   330   331   332   333   334   335   336   337