Page 462 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 462

seperti itu, menyerangnya dan mencabik-cabik otot pahanya. Sang
                 Shodancho, sekali lagi ia sudah begitu tua, gerak ref eksnya telah sa ngat
                 meragukan, dan perlawanannya juga bukan cara melawan seorang lelaki
                 yang kuat. Ia belum sempat melakukan perlawanan ketika ajak-ajak yang
                 lain mulai berdatangan, yang satu menerkam tangannya dan yang lain
                 merenggut betisnya. Luka menganga mulai muncul di sekujur tubuhnya,
                 dengan darah tua membanjiri batu tersebut. Sang Shodancho masih
                 sempat meng gerak-gerakkan seluruh anggota tubuhnya, mengejang dan
                 menendang ke sana-kemari, berharap mengusir ajak-ajak tersebut, tapi
                 luka yang dideritanya begitu dalam, dan ia kelelahan sendiri. Ia mulai
                 terdiam, menatap langit, menyadari kematiannya segera tiba, di tangan
                 ajak-ajak yang bahkan sangat ia sukai sepanjang masa. Ia mati dengan
                 tubuh tercabik-cabik ajak, dimakan hidup-hidup: sadarilah, bahkan
                 se sungguhnya ajak itu binatang pemalas, mereka biasanya memakan
                 bangkai. Hanya Sang Shodancho dan mungkin sedikit kasus lain, bahwa
                 ia dimakan hidup-hidup. Kematiannya telah ditakdirkan tampak begitu
                 menyedihkan.
                    Dewi Ayu, seminggu setelah Sang Shodancho tak pulang, sebab
                 biasa nya ia tak pergi ke gubuk gerilya selama itu, mulai men ce mas kan-
                 nya. Dengan bantuan dua orang pensiunan tentara yang dulu per nah
                 jadi anak buah Sang Shodancho, ia menerobos hutan tanjung mencari
                 laki-laki itu, dan mereka menemukannya telah menjadi ma yat yang
                 mengenaskan. Burung elang pemakan bangkai tengah mematuki
                 daging-daging sisa yang ditinggalkan ajak-ajak. Wajahnya nyaris te-
                 lah han cur, hanya pakaiannya yang segera dikenali, selebihnya hanya
                 tulang-belulang yang tersusun rapi masih berbaring di atas batu, terlihat
                 bahwa ia tak melakukan perlawanan yang berarti. Bahkan ajak-ajak
                 itu tak menyeretnya dari tempat tersebut, me ma kannya secara hangat
                 di tempat. Hanya sedikit otot yang menahan tulang-belulang tersebut,
                 namun Dewi Ayu datang tepat waktu se belum ia membusuk.
                    Mereka membawanya dengan tas plastik hitam, sejenis dengan
                 plastik-plastik yang dipergunakan petugas pemadam kebakaran untuk
                 membawa mayat-mayat orang tenggelam ke rumah sakit. Mereka mem-
                 bawanya langsung ke rumah Alamanda, dan kepadanya, setelah meletak-
                 kan plastik hitam di depan kakinya, Dewi Ayu berkata:

                                             455





        Cantik.indd   455                                                  1/19/12   2:33 PM
   457   458   459   460   461   462   463   464   465   466   467