Page 457 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 457

”Kita tak mungkin lari dari hantu-hantu,” kata Romeo.
                 ”Itu benar,” katanya, ”kecuali kita bergabung dengan mereka, seperti
              Kamerad Kliwon akhirnya memilih bunuh diri.”
                 ”Aku tak berani bunuh diri,” kata Romeo.
                 ”Aku juga tak ingin,” kata sang preman, ”tapi aku memikirkan cara
              lain.”
                 Ia memilih lari ke hutan tanjung karena hutan itu jarang dijamah
              manusia. Itu hutan lindung, karenanya tak ada petani yang menggarap
              tanahnya, kecuali petugas kehutanan yang sebagian besar adalah para
              pemalas. Ia berharap dengan lari ke tempat itu, ia bisa mengulur waktu
              sebelum ditemukan prajurit-prajurit tersebut. Mereka mungkin tak akan
              bisa membunuhnya, tapi bagaimanapun mereka sangat meng ganggu. Ia
              tengah memikirkan suatu keputusan.
                 ”Aku tak mungkin hidup sementara aku tahu seluruh sahabatku
              te lah mati dalam pembantaian,” katanya dengan nada yang demikian
              sedih.
                 ”Aku tak mungkin mati sementara banyak orang masih menikmati
              hidup dengan begitu indahnya,” kata Romeo ironik.
                 ”Tapi aku juga masih memikirkan istriku,” kata Maman Gendeng,
              ”ia akan sangat bersedih terutama setelah kami kehilangan Rengganis
              Si Cantik.”
                 ”Aku tak peduli dengan istriku, ia masih bisa menemukan ba nyak
              lelaki untuk menyetubuhinya tak peduli begitu buruk ru pa nya,” kata
              Romeo, ”tapi bagaimanapun aku lebih suka hidup.”
                 Mereka sampai di sebuah bukit kecil dengan sebuah gua Jepang (gua
              buatan yang dibangun Jepang untuk pertahanan selama masa perang)
              di salah satu lerengnya. Keduanya beristirahat di puncak bukit itu,
              sementara Maman Gendeng masih terus memikirkan ke inginannya
              untuk pergi dari kehidupan dan keberaniannya untuk meninggalkan
              Maya Dewi seorang diri di dunia. Ia menatap gua Jepang itu, tampak
              gelap dan lembab, dengan dinding-dindingnya yang membentuk sebuah
              kotak, lebih menyerupai sel tahanan daripada benteng pertahanan.
              Tapi tempat seperti itu sangat memadai untuk sebuah meditasi. Maman
              Gendeng ingin bermeditasi, sampai moksa, tapi ia masih memikirkan
              istrinya sebelum kemudian ia akhirnya berkata:

                                           450





        Cantik.indd   450                                                  1/19/12   2:33 PM
   452   453   454   455   456   457   458   459   460   461   462