Page 456 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 456

tempatnya ditemukan sampai pemakaman umum Budi Dharma tempat
                 ia meminta suaminya dikuburkan secara terhormat. Sepanjang jalan
                 tersebut, lalat-lalat masih menyerbu karungnya, memanjang bagaikan
                 bintang berekor.
                    Lalat-lalat baru pergi setelah Kamino memandikannya, dan mem-
                 berinya wewangian. Kini mayat itu terbujur kaku dengan luka tem bak
                 di dahi dan dadanya, dua tembakan saja, tapi pasti mem bu nuhnya
                 se ketika. Yang di dada tepat pada bagian jantungnya. Ba rulah ketika
                 melihat pemandangan tersebut Maya Dewi menangis, dan menghindari
                 kesedihan perempuan itu lebih lanjut, Kamino segera membungkusnya
                 dengan kain kafan. Melakukan salat jenazah untuknya, diikuti Kinkin
                 yang bersimpati atas kematian orang yang seharusnya menjadi mertua-
                 nya. Mayat Maman Gendeng dikuburkan persis di samping kuburan
                 anak gadisnya, dan di sana hampir selama satu jam Maya Dewi bersim-
                 puh di antara kedua kuburan tersebut. Merasa kesepian, terasing dan
                 di tinggalkan. Ia memulai hari ber ka bung nya sebelum di hari ketiga
                 Maman Gendeng bangkit dari moksa.
                    Sebagaimana sudah terbukti, laki-laki itu sesungguhnya memang
                 kebal senjata. Ia tak takut dengan pembantaian itu. Tapi demi melihat
                 sahabat-sahabatnya mulai bergelimpangan mati di jalan-jalan, ia tak ta-
                 han melihat itu semua dan berkata pada Romeo yang terus mengikutinya:
                    ”Mari kita melarikan diri ke hutan.”
                    Mereka melarikan diri ke hutan pada hari ketujuh pembantaian,
                 setelah berhasil bersembunyi dari satu tempat ke tempat lain. Itu benar:
                 kota itu tak lagi menyenangkan sang preman. Ia tak bisa berdiri dengan
                 semua kebanggaannya tentang kekuatan dan tentang kekebalan tubuh-
                 nya sementara teman-temannya mati di depan mata.
                    ”Sebentar lagi mereka akan jadi hantu-hantu,” katanya dalam
                 pelarian itu, ”jikapun kita tetap hidup, kita akan menderita melihat
                 pen deritaan mereka.”
                    Ia teringat pada hari-hari terakhir kehidupan Kamerad Kliwon.
                 Laki-laki itu didera kesedihan yang mendalam melihat hantu teman-
                 temannya dalam keadaan yang begitu menderita. Hidup jauh lebih
                 me nyakitkan dengan cara seperti itu, dan Maman Gendeng ingin
                 menghindarinya.

                                             449





        Cantik.indd   449                                                  1/19/12   2:33 PM
   451   452   453   454   455   456   457   458   459   460   461