Page 182 - Cerita Cinta Enrico by Ayu Utami
P. 182
a yu Utami
“aku sedang tidak yakin pada diriku sendiri,” kata a mem-
buka penjelasan.
“Tak yakin tentang apa?”
“ada jebakan pada perempuan,” jawabnya. “Semua pe-
rempuan, kalau melukis potret-diri, akan melukis lebih cantik
dari aslinya.” Ia menyebutkan sederet nama pelukis wanita,
yang memang—aku setuju—melukis dirinya sepuluh kali
lebih mempesona dari kenyataan. Pertanyaannya, bisakah
perempuan terbebas dari pencitraan dan sungguh menggali
kejujuran. “aku sedang membikin karya yang membutuhkan
potret diri. Tapi aku khawatir terperangkap pada jebakan
yang sama. Karena itu aku butuh foto.”
a menunjukkan sketsa-sketsa tinta dan arangnya padaku.
Ia menggambar torso perempuan, juga menggambar dirinya,
hampir selalu dalam pose frontal, dan membubuhi darah
menstruasi di sana. aku selalu tahu bahwa dalam hal-hal ke-
dalaman, foto secara kodratiah lebih lemah daripada gam-
baran tangan seniman. Foto hanya bisa merekam. gambar me-
wujudkan, kalau bukan menciptakan, yang tak tampak.
“aku minta tolong kamu sebab kamu punya kamar gelap
sendiri, jadi bisa memproses cuci-cetaknya tanpa melibatkan
orang lain. Dan, kamu pasti sudah biasa bikin foto nude. Jadi
tidak girang-girang atau heran-heran lagi.”
Ia tampaknya penuh perhitungan dan sudah melakukan
penyelidikan atas aku. Jadi, sudah beberapa lama ini dia men-
cari info tentang diriku. aku agak gemas juga karena ia tak
mau mengaku bahwa ia memilihku karena tampangku pan-
tas dipercaya. Tapi, untuk apa juga aku menuntut pernyata an
kepercayaan itu darinya. Bukankah selama ini aku juga pa ling
jengkel jika ada perempuan menuntut pernyataan cinta. Kalau
176
Enrico_koreksi2.indd 176 1/24/12 3:03:56 PM