Page 185 - Cerita Cinta Enrico by Ayu Utami
P. 185
Ce r i t a Ci n t a E n r i c o
akan mengembalikan ketajaman dan kontras yang bisa hilang
karena aSa tinggi.
lalu a menanggalkan terusan bunga-bunga yang dikena-
kannya. Baju itu meluncur ke bawah, jatuh berkelung di bawah
kakinya yang kokoh. Pemandangan itu menyenangkan, tetapi
aku harus segera konsentrasi pada pekerjaanku.
aku biasa membuat foto nude. Yang paling sering adalah
model berbaring menyamping, menonjolkan lekuk tubuh yang
membuat mereka tampak menggiurkan seperti kasur. Itu yang
paling klise. Yang kedua klise di Indonesia adalah foto telanjang
tampak punggung dan bokong dengan wajah model tak
kentara. Dengan menjadi anonim, sosok itu menjelma tubuh,
bukan individu. Inilah cara membuat perempuan menjadi
obyek hasrat. Mereka tak perlu punya mata yang menatap atau
mulut yang berbicara. Mereka adalah tubuh belaka. lantas,
yang juga mulai disenangi para fotografer adalah memotret
bagian-bagian tubuh. Buah dada saja. Bokong saja. Perut saja.
Siku saja. Jempol saja. Semacam mutilasi fotografis. Meskipun
sebagai seni rupa itu bisa estetik, tapi kita jadi semakin tidak
melihat perempuan sebagai manusia lagi.
Kini a hadir seutuhnya di hadapanku. Ia bukan tubuh tanpa
wajah. Ia tidak anonim. Ia tidak menyembunyikan apapun,
tidak melebihkan apapun. Ia berdiri frontal, menyatakan keha-
dirannya. Ia bukan obyek. Sebaliknya, ialah subyek.
Ia ingin menyatakan dirinya, dan membutuhkan aku untuk
menyampaikan pernyataan itu.
aku baru akan mengizinkan diriku bersenang-senang
de ngan apa yang kulihat siang ini pada malam hari nanti,
sete lah ia pergi. Sesudah aku yakin bahwa hasil pemotretan
179
Enrico_koreksi2.indd 179 1/24/12 3:03:56 PM