Page 205 - Cerita Cinta Enrico by Ayu Utami
P. 205
Ce r i t a Ci n t a E n r i c o
yang menikmati seks tanpa sedikitpun inhibisi. Tampaknya ia
tak punya rasa bersalah, perasaan yang biasanya lekat pada
orang beragama. Tentu saja kukira ia juga tidak beragama
seperti diriku. Tapi, ternyata aku mulai mengetahui perbedaan
kami.
Suatu hari kami melayat saudaraku yang meninggal du nia.
Di rumah duka St. Carolus itu kulihat ia memejamkan mata
dan berdoa. Orang biasa mengheningkan cipta di depan jena-
zah, paling tidak untuk basa-basi. Jadi, semula kupikir dia juga
begitu. Tapi aku tahu juga dia, seperti ibuku, sulit berbasa-
basi. apalagi yang meninggal bukan orang yang ia kenal. Dia
bisa berdiri di belakang saja kalau mau.
Di jalan pulang, aku tanya dia. “Emang kamu percaya bah-
wa ada hidup setelah mati?”
“Entahlah,” katanya sambil menyetir mobil. “Tapi kuharap
begitu.” lalu ia mengutip ayat yang aku tahu betul: Pada
akhirnya adalah tiga hal ini: iman, harapan, dan kasih. Dan
yang paling besar di antaranya adalah kasih. “aku tak terlalu
punya iman. Tapi aku punya harapan.”
“Kalau harapan itu ternyata kosong?” tanyaku.
“Kalau memang tidak ada hidup setelah mati, kan nanti
kita sudah mati. Jadi tidak tahu juga,” sahutnya enteng. “Tapi
aku percaya ada kehidupan setelah mati.”
aku sedikit mencemooh. Tapi aku suka caranya yang ri-
ngan hati, tak seperti ibuku. “aku lebih suka kepercayaan
asmat. Setelah mati roh kita bisa bercampur dengan roh-
roh lain dan lahir kembali sebagai makhluk baru. Bukan re-
inkarnasi juga. Kalau reinkarnasi kan satu jiwa lahir kembali
seba gai satu makhluk. Ini, tepatnya, lebih mirip dengan teori
bahwa energi tidak pernah berkurang atau bertambah, hanya
199
Enrico_koreksi2.indd 199 1/24/12 3:03:57 PM