Page 43 - E-MODUL BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
P. 43
Dampak instruksional dan dampak pengiring. Dampak instruksional (instructional effect)
adalah hasil belajar yang dapat dicapai dengan cara mengarahkan para siswa untuk mencapai
kompetensi yang diharapkan. Dengan perkataan lain, dampak instruksional merupakan
dampak langsung yang dihasilkan dari materi dan keterampilan berdasarkan aktivitas yang
dilakukan sebagaimana dicantumkan dalam indikator pencapaian kompetensi atau tujuan
sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran. Dampak pengiring (nurturant effect) adalah
hasil belajar lainnya yang dihasilkan oleh suatu proses belajar mengajar sebagai akibat
terciptanya suasana belajar yang dialami oleh para siswa tanpa pengarahan langsung dari guru.
Dampak pengiring sebagai dampak tidak langsung dihasilkan sebagai akibat interaksi peserta
didik dengan lingkungan belajarnya dan tidak diukur pada akhir pembelajaran.
Mengingat tidak ada model pembelajaran yang unggul, dalam artian mampu digunakan untuk
mencapai seluruh tujuan pembelajaran, maka guru perlu memahami dan terampil
menggunakan berbagai model pembelajaran sesuai dengan tujuan yang hendak disasar.
Sebagai contoh, guru dapat menggunakan pengajaran langsung untuk mengajarkan materi atau
keterampilan baru, dilanjutkan dengan diskusi kelas untuk memperluas pemikiran siswa
tentang topik yang dipelajarinya, kemudian membagi mereka ke dalam kelompok-kelompok
belajar kooperatif untuk melatih kemampuannya dan membangun makna tentang subjek yang
dipelajarinya (Arends, 1997). Selain tidak ada model pembelajaran yang unggul, lewat
penelitiannya yang sangat panjang, Joyce et al. (2009) sampai pada kesimpulan, bahwa
kemampuan model pembelajaran untuk diterapkan juga bervariasi, ada model pembelajaran
yang dapat diterapkan secara luas, tetapi ada pula yang khusus dirancang untuk tujuan tertentu.
Pengembang model pembelajaran harus mempertimbangkan kualitas model yang
dihasilkannya, baik dokumen maupun implementasinya. Dokumen model pembelajaran
memuat: 1) kajian teoretis tentang argumentasi mengapa model itu mesti diterapkan untuk
mencapai tujuan yang hendak disasar, 2) sintaks yang menggambarkan tahap- tahap kegiatan
untuk mencapai tujuan pembelajaran, serta 3) lingkungan dan sistem pengelolaan kelas yang
kondusif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Joyce et al. (2009) memasukkan sistem sosial,
prinsip reaksi, sistem pendukung, serta dampak instruksional dan pengiring pembelajaran ke
dalam komponen ketiga tersebut. Kualitas implementasi model pembelajaran mesti dilihat dari
dua sisi, yaitu proses dan produk (Aunurrahman, 2010). Aspek proses mengacu pada suasana
belajar yang menyenangkan (joyful learning) dan bermanfaat (meaningful learning) bagi
siswa, sehingga termotivasi untuk aktif belajar dengan berpikir kritis dan kreatif.
Menurut Nieveen (1999), kualitas model pembelajaran ditentukan dengan tiga kriteria berikut.
1. Validitas (validity). Validitas model pembelajaran mencakup validitas isi (content
validity) dan validitas konstruk (construct validity). Validitas isi berkaitan dengan
kekuatan kajian rasional teoretis yang mendasari pengembangan model pembelajaran
tersebut. Validitas konstruk berhubungan dengan konsistensi internal seluruh komponen
model pembelajaran tersebut. Komponen model pembelajaran yang dimaksud meliputi
sintaks, sistem sosial, prinsip reaksi, sistem pendukung, dan dampak penerapan model
pembelajaran tersebut terhadap peserta didik.
2. Kepraktisan (practically). Aspek kepraktisan terpenuhi jika (1) ahli dan praktisi
menyatakan bahwa model pembelajaran tersebut dapat diterapkan (usable), dan (2)
39