Page 31 - 0. Riyadhus Sholihin
P. 31

Rasulullah s.a.w. melarang kita - kaum Muslimin - untuk bercakap-cakap dengan ketiga orang
               di antara orang-orang yang sama membelakang - tidak mengikuti perjalanan - beliau itu."



               Ka'ab berkata: "Orang-orang sama menjauhi kita," dalam riwayat lain ia berkata: "Orang-orang
               sama  berubah  sikap  terhadap  kita  bertiga,  sehingga  dalam  jiwaku  seolah-olah  bumi  ini  tidak
               mengenal  lagi  akan  diriku,  maka  seolah-olah  bumi  ini  adalah  bukan  bumi  yang  saya  kenal
               sebelumnya.  Kita  bertiga  berhal  demikian  itu  selama  lima  puluh  malam  -  dengan  harinya.
               Adapun  dua  kawan  saya,  maka  keduanya  itu  menetap  saja  dan  selalu  duduk-duduk  di
               rumahnya sambil menangis. Tentang saya sendiri, maka saya adalah yang termuda di kalangan
               kita  bertiga  dan  lebih  tahan  -  mendapatkan  ujian.  Oleh  sebab  itu  saya  pun  keluar  serta
               menyaksikan  shalat  jamaah  bersama  kaum  Muslimin  lain-lain  dan  juga  suka  berkeliling  di
               pasar-pasar, tetapi tidak seorang pun yang mengajak bicara padaku. Saya pernah mendatangi
               Rasulullah s.a.w. dan mengucapkan salam padanya dan beliau ada di majlisnya sehabis shalat,
               kemudian  saya  berkata  dalam  hatiku,  apakah  beliau  menggerakkan  kedua  bibirnya  untuk
               menjawab  salamku  itu  ataukah  tidak.  Selanjutnya  saya  bersembahyang  dekat  sekali  pada
               tempatnya  itu  dan  saya  mengamat-amatinya  dengan  pandanganku.  Jikalau  saya  mulai
               mengerjakan shalat, beliau melihat padaku, tetapi jikalau saya menoleh padanya, beliaupun lalu
               memalingkan mukanya dari pandanganku.



               Demikian  halnya,  sehingga  setelah  terasa  amat  lama  sekali  penyeteruan  kaum  Muslimin  itu
               terhadap  diriku,  lalu  saya  berjalan  sehingga  saya  menaiki  dinding  muka  dari  rumah  Abu
               Qatadah. Ia adalah anak pamanku - jadi sepupunya - dan ia adalah orang yang tercinta bagiku
               di antara semua orang. Saya memberikan salam padanya, tetapi demi Allah, ia tidak menjawab
               salamku  itu.  Kemudian  saya  berkata  kepadanya:  "Hai  Abu  Qatadah,  saya  hendak  bertanya
               padamu  kerana  Allah,  apakah  engkau  mengetahui  bahawa  saya  ini  mencintai  Allah  dan
               RasulNya s.a.w.?" Ia diam saja, lalu saya ulangi lagi dan bertanya sekali iagi padanya, ia pun
               masih diam saja. Akhirnya saya ulangi lagi dan saya menanyakannya sekali lagi, lalu ia berkata:
               "Allah  dan  RasulNya  yang  lebih  mengetahui  tentang  itu."  Oleh  sebab  jawabnya  ini,  maka
               mengalirlah air mataku dan saya meninggalkannya sehingga saya menaiki dinding rumah tadi.



               Di kala saya berjalan di pasar kota, tiba-tiba ada seorang petani dari golongan petani negeri
               Syam  (Palestina),  iaitu  dari  golongan  orang-orang  yang  datang  dengan  membawa  makanan
               yang hendak dijualnya di Madinah, lalu orang itu berkata: "Siapakah yang suka menunjukkan,
               manakah yang bernama Ka'ab bin Malik." Orang-orang lain sama menunjukkannya ke arahku,
               sehingga orang itu pun mendatangi tempatku, kemudian menyerahkan sepucuk surat dari raja
               Ghassan  -  yang  beragama  Kristian.  Saya  memang  orang  yang  dapat  menulis,  maka  surat
               itupun saya baca, tiba-tiba isinya adalah sebagai berikut:
   26   27   28   29   30   31   32   33   34   35   36