Page 212 - PDF Compressor
P. 212

D.  Penegakan Delik Pers
                            Secara umum, penegakan hukum yang berkait dengan delik pers
                     mengalami  masa  pro  dan  kontra.  Terdapat  sebagian  kalangan  praktisi
                     hukum  dan  praktisi  media  yang  setuju  atas  penegakan  delik  pers
                     tersebut, tetapi banyak juga kalangan praktisi hukum dan praktisi media
                     menginginkan  penindakan  terhadap  pelanggaran  yang  dilakukan  oleh
                     kalangan  media  massa  seharusnya  menggunakan  pasal-pasal  yang
                     terdapat  dalam  undang-undang  yang  mengatur  khusus  media  massa
                     tersebut,  misalnya,  pasal-pasal  pidana  yang  ada  pada  Undang-Undang
                     No.  40  tahun  1999  tentang  Pers,  untuk  media  penyiaran  digunakan
                     Undang-Undang  No.  32  Tahun  2002  tentang  Penyiaran,  untuk  media
                     internet digunakan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Internet
                     dan Transaksi Elektronik, dan seterusnya.
                            Memang, kalau dianalisis secara saksama di antara kelebihannya,
                     delik pers pun tidak terlepas dari kelemahan (Harahap, 1996). Beberapa
                     kasus  yang  melibatkan  pers,  baik  wartawan  maupun  institusinya  lebih
                     banyak bermuara pada perihal "pencemaran nama baik". Hal ini terjadi
                     karena beberapa hal. Pertama, media hak jawab dan hak koreksi selama
                     ini  tidak  berjalan  dengan  optimal,  sehingga  jalur  mediasi  dengan
                     penyelesaian kekeluargaan tertutup dan meja hijau menjadi satu-satunya
                     alternatif  penyelesaian.  Kedua,  tidak  efektifnya  Pasal  18  ayat  (2)  yang
                     menyebutkan  bahwa  Perusahaan  Pers  yang  memberikan  peristiwa  dan
                     opini dengan tidak menghormati asas praduga tak bersalah sebenarnya
                     memiliki makna yang identik atau termasuk di dalamnya sebagai upaya
                     pencemaran  nama  baik.  Namun,  selama  ini  asas  praduga  tak  bersalah
                     lebih dimaknai sempit. Disamping itu, sanksi pidana yang lebih rendah
                     dibandingkan dengan Pasal 310 (2) KUHPidana, yaitu maksimal 1 tahun
                     4 bulan juga menjadi alasan KUHPidana lebih disukai untuk digunakan.
                     Seharusnya,  aparat  penegak  hukum  dapat  memisahkan  mana  tindak
                     pidana  pencemaran  nama  baik  yang  masuk  domain  KUHPidana  dan
                     mana  yang  masuk  domain  UU  Pers.  Ketika  berkaitan  dengan
                     pemberitaan pers, maka hendaknya UU Perslah yang digunakan, karena
                     ia bersifat lebih khusus (lex specialis).
                            Namun,  Undang-Undang  Pers  sendiri  memiliki  kelemahan,  di
                     antaranya,  tidak  diatur  tentang  kualifikasi  delik.  Hal  ini  akan
                     menimbulkan  masalah  yuridis,  misalnya,  jika  terjadi  percobaan  dan
                     pembantuan  tindak  pidana.  Apabila  kembali  ke  KUHPidana  sebagai
                     sistem  induk  akan  mengalami  kesulitan  karena  dalam  KUHPidana  ada
                     kualifikasi delik. Undang-Undang Pers pun hanya mengatur siapa yang
                     dapat  dipertanggungjawabkan,  tetapi  kapan  korporasi/badan  hukum
                                                       210
   207   208   209   210   211   212   213   214   215   216   217