Page 40 - PDF Compressor
P. 40

Pada  tahun  1828  di  Jakarta  diterbitkan  Javasche  Courant  yang
                     isinya memuat berita-berita resmi pemerintahan, berita lelang dan berita
                     kutipan dari harian-harian di Eropa. Di Surabaya (1835) terbit Soerabajasch
                     Advertentiebland  yang  diganti  namanya  menjadi  Soerabajasch  Niews  en
                     Advertentiebland. Di Semarang terbit Samarangsche Advertentiebland dan De
                     Samarangsche  Courant.  Di  Padang  terbit  Soematra  Courant,  Padang
                     Handeslsbland,  dan  Bentara  Melajoe.  Di  Makassar  (Ujung  Pandang)  terbit
                     Celebes courant dan Makaassaarschh Handelsbland. Semua penerbit terkena

                     peraturan  tidak  boleh  diedarkan  sebelum  diperiksa  oleh  penguasa
                     setempat (Soebagijo, 1977 9:11).

                            Tahun 1885 di seluruh daerah yang dikuasai Belanda terdapat 16
                     surat kabar berbahasa Belanda dan 12 surat kabar berbahasa Melayu, di
                     antaranya adalah Bintang Barat, Hindia-Nederland, Dinihari, Bintang Djohar
                     (terbit di bogor), Selompret Melayu dan Tjahaja Moelia, Pemberitaan Bahroe

                     (Surabaya) dan surat kabar berbahasa Jawa Bromartini yang terbit di Solo
                            Ketika Jepang datang, surat kabar yang ada di Indonesia diambil
                     alih  secara  perlahan.  Beberapa  surat  kabar  disatukan  agar  pemerintah
                     Jepang  dapat  memperketat  pengawasan.  Kantor  berita  Antara  pun
                     diambil  alih  dan  diteruska  oleh  kantor  berita  Yashima    di  bawah  pusat
                     pemerintahan Jepang, yakni Domei.

                            Wartawan-wartawan  Indonesia  pada  saat  itu  hanya  menjadi
                     pegawai,  sedang  yang  diberi  pengaruh  serta  kedudukan  adalah
                     wartawan yang sengaja didatangkan dari Jepang. Pada saat surat kabar
                     hanya  bersifat  propaganda  dan  memuji-muji  pemerintah  dan  tentara
                     Jepang. ( Soebagijo, 1977: 39-43).
                            Pada  masa  awal  kemerdekaan,  Indonesia  pun  melakukan
                     perlawanan dalam hal sabotase komunikasi. Surat kabar yang diterbitkan
                     oleh  bangsa  Indonesia  pada  saat  itu  merupakan  tandingan  dari  surat
                     kabar  yang  diterbitkan  pemerintah  Jepang.  Surat  kabar  Berita  Indonesia

                     yang  diprakarsai  oleh  Eddie  Soeradi  ikut  melakukan  propaganda  agar
                     rakyat  datang  berbondong-bondong  pada  rapat  raksasa  di  lapangan
                     Ikada  Jakarta,  19  September  1945.  Dalam  perkembangannya,  Berita
                     Indonesia  (BI)  berulang  kali  dibredel,  dan  selama  pembredelan  para
                     tenaga redaksinya ditampung olah surat kabar Merdeka yang didirikan
                     oleh  B.M.  Diah.  Surat  kabar  perjuangan  lainnya  adalah  Harian  Rakyat

                                                        38
   35   36   37   38   39   40   41   42   43   44   45