Page 43 - PDF Compressor
P. 43
Keseimbangan sikap dalam mensejajarkan idealisme dan
keuntungan finansial tak dapat ditolak harus menjadi acuan gerak
langkah insan pers. Ini disebabkan oleh sifat pekerjaan mengelola media
massa yang ideal-komersial. Jika lebih mengedepankan sisi ideal, media
massa tidak akan hidup lama. Sebaliknya, jika mengutamakan sisi
komersial, lembaga itu tidak layak lagi diberi predikat pers.
(Effendy,2001).
Kebijakan pembebasan SIUPP bagi penerbitan pers, dari sisi
kuantitas memicu lahirnya media massa baru yang tentu menelorkan
pula insan pers-insan pers baru. Karena tanpa jaring-jaring pengaman,
mereka lahir begitu saja, bertelur begitu saja, dan mati begitu saja. Hal ini
kentara sekali menimpa media cetak di Tanah Air.
Menurut cacatan Happy Bone Zulkarnaen (2002), pada tahun-
tahun awal pembebasan SIUPP, jumlah penerbitan pers (media cetak)
mencapai 1.600, tetapi tiga tahun kemudian turun dratis; yang tinggal
tidak lebih dari 300. Sementara itu, Noor Achirul Layla (2002) mencatat
pada tahun 1998 jumlah media cetak di Indonesia sekitar 200, tiga tahun
kemudian jumlahnya melipat hingga delapan kali lipat atau lebih kurang
1.600 buah. Namun, empat tahun kemudian tinggal 800 buah.
Melipatnya kelahiran media cetak, tentu menelorkan insan pers
yang jauh lebih besar. Bila pada masa Orde Baru jumlah wartawan hanya
mencapai angka 6.000 orang, pada era reformasi jumlahnya berlipat-lipat.
Majalah Pantau (majalah khusus tentang media massa dan jurnalisme di
Indonesia) memperkirakan jumlah wartawan media cetak pada tahun
2002 mencapai lebih dari 12.000 orang dan perkiraan PWI Pusat sekitar
20.000 orang
Kendati kebebasan pers mulai menemukan eksisnya, tekanan
demi tekanan tak pupus. Kasus penyerbuan redaksi Tempo di Jalan
Proklamasi No. 72 tahun 2003 lalu menjadi salah satu bukti. Fakta lain
adalah penyerbuan di kantor Indopos, kasus pemukulan wartawan di
kampus Universitas Pembangunan Nasional Veteran Surabaya hingga
hukuman penjara bagi redakttur surat kabar Rakyat.
Para insan media yang masih punya idealism tinggi membentuk
asosiasi-asosiasi baru yang concern pada masalah etika pers, misalnya
Aliansi Jurnalistik Independen (AJI). Pemerintah pun memberlakukan
41