Page 78 - PDF Compressor
P. 78
Pemilukada. Termasuk terjadinya konflik, baik konflik vertikal maupun
konflik horizontal, dapat terjadi karena pemberitaan di media massa.
Oleh karena itu, wajar jika banyak elemen masyarakat, termasuk para
pemegang regulasi Pemilukada sering mendeskriditkan media massa
sebagai salah satu pemicu konflik.
Tuduhan tersebut bukan tidak beralasan karena media massa, di
belahan bumi manapun, sangat berperan penting dalam mengendalikan
dan mengelola ketegangan sosial yang terjadi di masyarakat. Patterson
(1997) mengkategorikan bahwa konflik bagi media massa tak ubahnya
sebagai ideologi, sebuah ideologi komuditas dan dagang. Kontroversi
dan konflik sering dilihat sebagai isue-isue politik yang nyata bagi para
wartawan. Media massa menjadi bagian penting yang turut serta
memperluas (enlarging atau widening), termasuk intensifying suasana
konflik.
Apalagi angin euforia kebebasan media massa di Republik
Indonesia masih berhembus, sehingga media massa dapat menyodorkan
berita atau opini apa saja yang mereka mau dan menurut mereka layak
dibaca; layak dijual.
Sisi lain, terutama para calon dan tim suksesnya, sedang jor-joran
mengekspos ‛kebaikan‛ dirinya dan mungkin juga mengekpos
‛kejelekan‛ calon lain. Kondisi itu, merupakan makanan empuk bagi
media massa dan dapat disajikan dengan gamblang kepada masyarakat,
sehingga sangat memungkinkan menjadi kipas pemicu kebencian di
antara calon yang mendorong lahirnya konflik horizontal.
Apalagi, kita mengenal media partisipan, yang jelas-jelas hidup
bersandar pada pihak-pihak yang memformatnya, membiayainya atau
mensponsorinya, sehingga prinsip yang dipegangnya tidak lagi
objektivitas. Menurut McQuail (2000), media dikategorikan objektif
setidaknya mengandung faktualitas dan imparsialitas. Faktualitas berarti
kebenaran yang di dalamnya memuat akurasi (tepat dan cermat) dan
mengaitkan sesuatu yang relevan untuk diberitakan (relevansi),
sedangkan imparsialitas mensyaratkan adanya keseimbangan (balance)
dan kenetralan dalam mengungkapkan sesuatu.
Media partsipan jelas mengabaikan aspek imparsialitas karena
memiliki prinsip subjektivitas yang objektif, yakni media massa
memberikan fakta-fakta yang terjadi (objektif), tetapi membela salah satu
pihak yang sedang diberitakan.
Kecenderungan ini nyaris mewarnai setiap kebijakan media
massa. Bahkan, koran sebesar New York Times (NYT) yang sudah berusia
ratusan tahun dan mengawal 20 Presiden Amerika Serikat tidak terlepas
dari kepentingan tersebut. Bahkan, Noam Chomsky pernah menulis
76