Page 145 - PDF Compressor
P. 145
ran gimana mereka bisa berteman, gara-gara hampir dua ta-
hun hidup bareng pas di daerah itu kali, ya? Denise itu, well,
gue udah kenal Denise sejak SMA, dan dari dulu dia nggak
berubah: sedikit pendiam tapi ramah dan cepat akrab dengan
semua orang, perempuan banget, dan selalu terlihat care pada
semua orang. Gue nggak akan pernah lupa bagaimana dulu
Denise merawat gue waktu gue terkena DBD saat bertugas
di daerah. Atau bagaimana dulu setiap gue pulang lembur di
daerah, saat kami berempat serumah, Denise selalu bertanya,
”Udah makan, Rul?” Setiap gue menggeleng, Denise biasanya
langsung memasakkan sesuatu, meskipun yang dia masak ha-
nya telur dadar dan nasi. ”Rul, makan dulu gih, ntar sakit,
lagi lo,” dia biasanya menyusul gue ke ruang TV.
Laki-laki manapun akan sangat bangga mengenalkan
Denise sebagai calon istri kepada keluarganya. 143
Sayang banget kesempurnaan Denise nggak berarti apa-apa
buat suaminya. Udah sinting si Kemal itu kali, ya. Punya istri
secantik dan selembut Denise, malah dimainin. Malah ma-
carin perempuan-perempuan nggak jelas di luar sana. Tahu
yang lebih sinting? Dia nggak tahu ya, temen kami itu ada di
mana-mana. Gue ada di mana-mana, dan gue selalu bisa mer-
gokin dia. Tapi mungkin gue yang bodoh, ya. Mungkin gue
yang sinting. Karena gue nggak pernah bisa bilang, ”Tinggal-
kan Kemal, elo terlalu baik buat dia. Elo juga terlalu baik
buat gue, tapi gue akan berusaha membuat elo mengerti apa
rasanya dicintai sepenuh hati.” But I’m much too coward
anyway. Orang yang menyayangi elo ini, Denise, adalah laki-
laki paling pengecut sedunia.
Damn, ngapain juga gue malam-malam begini mengasihani
diri sendiri. Mungkin otak gue memang hampir korslet sete-
lah lembur sampai jam sembilan malam Sabtu-Sabtu begini.
Isi-antologi.indd 143 7/29/2011 2:15:21 PM