Page 143 - PDF Compressor
P. 143
ringan banget nyuruh kacung kampret kayak gue gini masuk
hari libur begini. Bayaran gue nggak cukup untuk bisa merasa
rela bahwa hidup santai gue, hak gue untuk istirahat, dirusak
gara-gara panggilan lembur.
Keara, though, si Keara ini beda. Memang sih tadi di mobil
sepanjang perjalanan ke kantor dia ngomel terus. Gue ngerti
banget lah, perempuan kayak dia kerja kan, kali cuma buat
status doang. Mengutip repetannya tadi: ”Hari Sabtu gini ya,
Rul, gue tuh ’ngantor’-nya di Grand Indonesia, bukan busuk
di kantor kayak begini.” Hehehe, Keara banget.
Begitu tiba di kantor tadi, mukanya memang sama persis
kayak gue, ditekuk, hanya senyum seadanya sama bule-bule
Wymann Parrish, menunjukkan sejelas-jelasnya betapa tidak
relanya dia ada di situ, sama kayak gue. Mengerutkan kening
saat semua orang di tim ini heboh berdebat tentang presentasi 141
laporan ke CEO yang perfeksionis itu mau dibuat seperti apa.
Sibuk sendiri memencet-mencet BlackBerry-nya.
Sampai akhirnya—mungkin karena tidak tahan lagi men-
dengarkan berisiknya orang-orang ini menjual pendapat
masing-masing kali, ya—Keara bangkit dari kursinya dan
menggiring Jack, senior consultant Wymann Parrish yang pa-
ling muda, ke sudut ruang rapat, tempat diletakkannya coffee
maker dan penganan wajib setiap ada rapat panjang seperti
ini. Gue memang tadi berjuang menahan kantuk setengah
mati, tapi masih kelihatan jelas bangetlah dari tempat gue
duduk kelakuan si Keara. Awalnya memang ngobrol serius,
lama-lama malah tertawa-tawa dengan si Jack itu. Obvious
flirting, Keara banget, sempat-sempatnya ya dalam acara begi-
nian.
Gue salah ternyata.
Karena lima belas atau dua puluh menit kemudian, Jack
Isi-antologi.indd 141 7/29/2011 2:15:21 PM