Page 146 - PDF Compressor
P. 146
Keara? Gue berani taruhan satu bulan gaji gue bahwa si
Keara belum pernah menyentuh peralatan dapur seumur hi-
dupnya. Yakin banget gue, sama yakinnya gue nanti malam
Arsenal akan mengganyang habis Manchester United. Wong
seingat gue ini ya, kalau dia kelaparan malam-malam aja yang
ditarik ke dapur itu ya Denise. ”Nis, elo baik banget deh.
Mau nggak masakin gue Indomie?” Gue heran juga, padahal
biasanya anak-anak Indonesia yang lama sekolah di luar ne-
geri udah akrab banget dengan dapur, secara kalau makan di
luar tiap hari ya bangkrut aja, kali. Kalau gue udah meledek-
ledek bagian itu, Keara biasanya tersenyum dan membalas,
”That’s why God invented microwave, darling.” Oke, dalam hal
ini, microwave itu nggak masuk hitungan alat dapur ya, jadi
the bet is still on.
Yang gue suka dari Keara adalah perempuan satu itu sangat
144
unpredictable. Gue selalu bilang dia itu versi perempuannya
Harris. Sama sintingnya. Banyak kegilaan waktu kami tinggal
di Sumatera dulu adalah hasil perpaduan otaknya Keara dan
Harris, seperti road trip spontan kami ke Padang demi makan
sate yang Padang beneran. Weekend trip ke Penang di
Malaysia demi memerawani paspor baru kami yang bebas fis-
kal, bermodalkan tiket murah salah satu budget flight. Nggak
ngapa-ngapain kecuali menjelajahi mal ke mal dan foto-foto
iseng di pantainya yang sedikit mirip Miami.
Hari ini, dua kali Keara sukses mengagetkan gue. Kejadian
di ruang rapat tadi satu. Gue tahu dia nggak bodoh, lulus
NYU nggak mungkin hasil nyogok, kan. Tapi Keara yang ada
di otak gue itu adalah yang sering banget meledek gue dengan
kata-kata, ”Ruly, kerja itu harusnya hanya pengisi waktu di
antara weekend.” Bukan yang seperti tadi, yang jelas banget
pasti udah baca dokumen preliminary findings-nya Wymann
Isi-antologi.indd 144 7/29/2011 2:15:21 PM