Page 141 - PDF Compressor
P. 141
Dinda tertawa. ”Oke, you did stuff. Dia terus minta lebih.
Terus?”
”Dia nyerah kali, ya? Karena sebulan-dua bulan terakhir
ini, dia berubah. He’s just there for me instead of trying to do
me all the time.”
”Heh? Kita lagi ngomongin Panji Wardhana yang sama,
kan ya?”
”Iya, Nyet.”
”You’re not covering up something here, are you?” cecar Dinda
lagi.
”Ya nggaklah, semuanya udah gue ceritain selengkap-leng-
kapnya.”
”Nggak ada yang lo tutup-tutupin karena lo malu sama
gue, kan?”
”Ngapain gue malu sama lo? Your life is more screwed up 139
than mine, Mrs-I-wanna-kill-my-husband-with-a-kitchen-knife-
because-of-Farah-Quinn,” ledekku.
”Setan,” Dinda yang kini melempar bantal ke arahku.
Aku tertawa-tawa puas, sampai Dinda kembali mengucap-
kan apa yang pernah dia katakan dulu.
”This whole game, Key, I hope you know what you’re doing.”
”Iya iya,” jawabku asal, tepat saat BlackBerry-ku berdering
kencang dan nama Ruly terpampang di layarnya. ”Ruly? Ada
apa, Rul?”
Dinda langsung melotot kaget ke arahku dan mencetus,
”Itu Ruly?”
Aku memilih bangkit dari sofa, menghindar dari tatapan
menyelidiknya, dan beranjak ke ruang depan. Mengutuk-ngu-
tuk begitu Ruly bilang tim kami harus lembur hari itu demi
menuruti permintaan sang CEO. Ada tiga hal yang buatku
haram seharam-haramnya: babi, pakai flats ke kantor, dan be-
Isi-antologi.indd 139 7/29/2011 2:15:21 PM