Page 152 - PDF Compressor
P. 152

senyum dan tertawa excited, tawa pertamaku sejak kami pin-
               dah adalah malam itu.
                  Ironis ya, bahwa hari favoritku jadi hari di mana aku kehi-
               langan Ayah.
                  Halloween tahun 2000 itu, waktu masih menunjukkan pu-
               kul sepuluh saat aku keluar dari kelas pagi, Business  and  Its
               Publics:  Inquiry  and  Disclosure—salah  satu  kelas  yang  selalu
               membuatku pusing di Stern ini. Karena tidak ada kelas lagi
               seharian  itu,  aku  dan  dua  teman  kuliahku,  Nate  dan  Sean,
               langsung  cabut  dari  kampus  untuk  belanja  pretelan  buat
               Halloween party di dorm house kami malamnya. Ayah menele-
               ponku pukul setengah sebelas pagi waktu New York, sekadar
               memberitahu  sebentar  lagi  dia  akan  berangkat  dari  Taipei.
               Ayah masih sama seperti dulu, tidak banyak bicara, tapi aku
               masing ingat, ingat banget, tawanya saat aku bercerita sedang
          150
               berbelanja perlengkapan Halloween. Dan ada satu menit yang
               kami  habiskan  mengingat  kembali  Halloween  pertama  di
               Houston itu.
                  Aku selalu merasa bibirku bergetar menahan tangis setiap
               mengingat kata-kata terakhir Ayah sebelum dia menutup tele-
               pon.  ”Baik-baik  ya,  Key.”  Dan  kata-kata  itu  juga  yang  ter-
               ngiang  berulang-ulang  di  kepalaku  ketika  aku  terduduk  be-
               ngong di trotoar sesaat setelah menerima telepon panik ibuku
               di Jakarta satu jam kemudian, Nate dan Sean mengguncang-
               guncang  tubuhku  berulang-ulang  bertanya,  ”Hey,  are  you
               okay?” Mereka juga yang memelukku erat ketika akhirnya air
               mataku mengucur deras dan aku tidak bisa berhenti terisak-
               isak semalaman. Mengepak bajuku ke dalam satu koper dan
               mengantarku ke bandara keesokan harinya karena aku ngotot
               harus pulang ke Jakarta saat itu juga. Ini periode ketika aku
               belum mengenal Dinda, jadi hanya Nate dan Sean yang aku








        Isi-antologi.indd   150                                      7/29/2011   2:15:22 PM
   147   148   149   150   151   152   153   154   155   156   157