Page 156 - PDF Compressor
P. 156

menyundut diri sendiri dengan rokok waktu sadar bahwa hey,
               who are you kidding, man, she’s not Keara.
                  Sini gue ajarin sesuatu. Setiap laki-laki, betapapun brengsek-
               nya, betapapun sudah tidak terhitung lagi berapa perempuan
               yang sudah dia tiduri, seperti gue ini, pasti punya satu perem-
               puan yang dia anggap sebagai gunung Everest-nya. The one he
               really wants to climb. Shit, I’m sorry, that sounds so wrong, ya.
               Maksud  gue  begini,  satu  perempuan  itu  ibaratnya  gunung
               Everest bagi pendaki, rasanya hidup ini belum lengkap kalau
               belum  pernah  menaklukkan  puncak  gunung  yang  ini.  Does
               that  still  sound  wrong?  I’m  fucking  bad  at  analogy.  Gini  deh
               gampangnya: satu perempuan yang sebenarnya dia cintai sete-
               ngah mati di luar semua yang sudah dia banged itu. The one
               that is not just a statistic.
                  Buat gue, perempuan itu Keara.
          154
                  Gue akan jujur dan bilang bahwa awalnya buat gue Keara
               juga sekadar statistik. Satu pagi di lift waktu gue pertama kali
               melihat  dia  itu?  Waktu  itu  gue  cuma  tahu  gue  mau  dia.
               Cuma itu. Sampai gue mengenal dia dan gue jatuh cinta. The
               rest is history. A history in my fucking pathetic life.
                  Mau tahu kenapa definisi getaway bagi gue itu adalah dia?
               Karena terakhir kali gue ke Bali ini adalah dengan dia, berdua
               saja, setahun yang lalu, cuma dua bulan sebelum kami pergi
               ke Singapura.
                  Jumat  siang  dia  nelepon  gue. ”Risjad,  lo  belum  tobat  dan
               mulai Jumat-an, kan? Temenin gue makan siang, ya? Rese nih
               cewek-cewek kantor pada mau ke Tanah Abang.”
                  ”Kenapa lo nggak ikutan ke Tanah Abang juga?”
                  ”Dan berdesak-desakan dengan rakyat jelata itu? Elo kenal
               gue nggak sih?”
                  Gue tertawa. ”Ya udah, mau makan di mana?”








        Isi-antologi.indd   154                                      7/29/2011   2:15:22 PM
   151   152   153   154   155   156   157   158   159   160   161