Page 227 - PDF Compressor
P. 227
Canon—dia bawa 550D dan G-9 sementara aku bawa
1000D dan G-11, this is all camera talk that I don’t need to
explain anyway—flashing semua gear kami selama penerbangan
ini dengan harapan mana tahu ada orang Canon yang lihat
dan mau bayarin perjalanan ini. Yeah right.
”Eh, ntar kita gabung aja semua fotonya ya, gue mau ge-
dein yang bagus nih buat di-frame dan dipajang di kamar,”
ujar Dinda.
”Di kamar? Laki lo nggak marah, gitu lo majang foto laki-
laki lain?”
”Ya kalo nggak di kamar gue, paling nggak di kamar Caleb.
Biar gue mantra-mantra dari kecil supaya gedenya jadi guitar
god kayak John Mayer.”
Aku tertawa.
Suara purser penerbangan ini terdengar di speaker, meng- 225
umumkan waktu ketibaan di Changi beserta di terminal
mananya.
”You know, Din, gue harus bilang terima kasih sama lo kare-
na udah ngajak gue gila-gilaan selama dua hari di Manila ini,”
aku tersenyum ke Dinda.
”Does it work?” dia menatapku.
”Maksudnya?”
”Mayer mengalahkan Wardhana dan Walantaga di dalam
otak lo itu?”
”Ya bagusan Mayer ke mana-manalah, penting ya itu dikon-
firmasi?” seruku.
”Keara, lo ngerti maksud gue, kan?”
Terkadang aku benci betapa sahabatku yang satu ini terlalu
mengenalku. Tapi aku lagi malas menjelaskan insiden hatiku
tersobek-sobek—ini agak terlalu didramatisir sebenarnya—
atas setiap kata yang meluncur dari bibir John Mayer saat
Isi-antologi.indd 225 7/29/2011 2:15:27 PM