Page 288 - PDF Compressor
P. 288
Gue mengangguk. ”Tapi kita mampir makan dulu nggak
pa-pa, kan? Gue belum makan. Lo udah makan?”
”Udah, ini udah jam dua, kali, Ruly. Ya udah gue temenin
makan deh, gue ngikut aja terserah lo ke mana ya,” dia terse-
nyum.
Memang senyum itu yang gue harapkan untuk gue lihat
hari ini, untuk alasan egois bahwa gue yakin cuma senyuman
Keara yang bisa membantu gue melupakan apa yang gue lihat
tadi pagi. Bukan bagian ketika Denise sadar, tapi bagian keti-
ka Kemal datang. Suami kurang ajarnya yang gue tahu persis
biasanya tidak pernah peduli dengan dia itu. Gue sudah ber-
henti menghitung berapa kali Denise mengadu ke gue tentang
kelakuan-kelakuan busuk bajingan satu ini. Sama seperti gue
berhenti menghitung berapa kali gue cuma bisa jadi pengecut
yang tidak bisa berkata apa-apa setiap Denise bercerita begitu.
286
Ruly yang tidak pernah gentar membobol gawang mana pun
kalau di lapangan hijau ini langsung seperti banci setiap
Denise berkata, ”Tapi mungkin gue yang harus lebih sabar ya,
Rul. Bagaimanapun dia laki gue, gue yang harus bisa lebih
nunjukin cinta gue ke dia dan bikin dia sadar. Gue tahu
Kemal sebenarnya cinta sama gue kok.”
Pengecut yang mencintai lo ini cuma bisa diam setiap lo
bicara begitu, Denise.
Sama dengan bisunya gue tadi pagi waktu Kemal muncul
tiba-tiba, berlari memeluk perempuan yang gue sayangi itu,
dan menangis. Berulang kali meminta maaf dan bilang betapa
cintanya dia pada istrinya. Gue cuma bisa diam waktu Denise
membalas pelukan suaminya, ikut menangis yang gue tahu air
mata bahagia, dan gue dengan perasaan mual langsung keluar
kamar meninggalkan adegan sinetron itu.
Baru gue memencet tombol lift untuk segera meninggalkan
Isi-antologi.indd 286 7/29/2011 2:15:31 PM