Page 80 - PDF Compressor
P. 80
”Sialan lo ya, maksud lo gue norak ya?”
”Pamer-pamernya suka Bocelli, Mayer, Sting, eh begitu
boyband kampung itu muncul elo langsung klepek-klepek ha-
fal liriknya semua. Who are you?”
”Eh, selera musik gue itu versatile ya, nggak kayak elo yang
kuat dengar Coltrane tapi langsung dengan arogannya meng-
hina orang yang mendengarkan selain jazz,” katanya membela
diri.
”Yeah, versatile my ass. Kalau gitu juga jangan-jangan elo
hafal satu albumnya Ridho Rhoma.”
Dia tertawa terbahak-bahak. ”Itu bukan versatile namanya,
Nyet. Berisik lo ah, let’s go! Gue mau ganti baju dulu, ogah
banget clubbing pake beginian.”
So here she is now, dua jam kemudian, di depan mata gue,
perempuan paling cantik yang pernah gue lihat dengan gaun
78
hitam seharga jam tangan yang dibelinya tadi pagi. Tertawa
lepas dan bergoyang santai mengikuti musik yang berdentum-
dentum, rocking this club. Walau di kepala gue, di telinga gue,
hanya ada suara Seal menyanyikan This Could Be Heaven.
Who says I only listen to Coltrane?
Gue butuh martini. Shaken, not stirred.
Keara
Oh, shiiit, Cosmopolitan-nya nendang gila.
”Slow down, Key,” teriak Harris mencoba mengalahkan ke-
bisingan Zirca malam ini, melihat aku menenggak tetes ter-
akhir.
Aku cuma tersenyum dan menariknya dari bar. ”Martini,
ya? Quit the James Bond act and dance with me. Kalau mau
Isi-antologi.indd 78 7/29/2011 2:15:17 PM