Page 144 - 9 dari Nadira
P. 144

beilo g,.  Chudori





                       "Yang  keempat ... ;  Tito  berdiri.  Sebuah  pintu,  yang
                 menghubungkan  ruang emas itu dengan  ruang lain,  mem­

                 buka diri. Seonggok tubuh tua yang bungkuk duduk di  atas
                 kursi roda,  meluncur menghampirinya. Tito mendekati kursi
                  roda  itu  dengan  takzim  dan  mencium  tangan  orang  itu.

                 Nadira yakin  s e luruh tubuh  perempuan  itu  seolah  diseli­
                 muti  selembar  kulit  penuh  kerut.  Rambutnya s e p utih  sal­

                 ju  disanggul  ke  belakang.  Nadira  mengira-ngira,  usianya
                 mungkin sudah mencapai 90  tahun. Tidak salah, tidak lain,
                 inilah ibunda Tito.

                       Setelah  Tito  mencium  kedua  pipinya dengan  lembut,
                 dia membiarkan suster yang mendorong kursi  roda sang ibu
                 membawanya ke luar ruangan.

                       "Keempat...,  aku hanya akan membunuh mereka yang

                 berani menghina ibuku .. ."
                       Tito  Putranto  mengucapkan  kalimat  itu  sembari  me­
                 mandang  ibunya yang  tengah  meluncur  di  pinggir  kolam
                  renang.  Selajur cahaya  matahari  menyel n a p melalui  g e las
                                                                    i
                 kaca  yang  menaungi  s e bagian  atap  kolam  renang.  Nadira
                 melihat dengan jelas:  mata  Tito  berkilat-kilat.  Kali  i n i   dia

                 tidak bergurau.
                       "I buku adalah sumber kekuatanku  ...  ," katanya dengan
                 nada teatrikal.

                       Nadira menelan  ludah.  Tiba-tiba saja  suara  Bapak  X
                 yang merdu itu kembali menggaung di telinganya.


                                                    ***


                                                                              i
                 Tara menjenguk kembali ke kolong meja itu. Kali  n i   Nadira
                 meringkuk dengan  mata yang masih terbuka. Tara melihat
                 jejak  air  mata d i   pipi  Nadira,  sementara jari-jarinya sibuk

                 mencabut  setiap  helai  bunga  seruni  pemberian  Tara.
                 Bibirnya  komat-kamit  tanpa  suara.  S e mula  Tara  berniat


                                                   1S7
   139   140   141   142   143   144   145   146   147   148   149