Page 139 - 9 dari Nadira
P. 139
'[ asbih
nyodorkan handuk, membantu sang Delfin mengenakan ki
mono handuk berwarna biru dengan pinggir keemasan; se
buah tangan lain lagi menyodorkan sepasang sandal rumah
berwarna biru dengan sulaman emas berinisial TP.
"Duduk saja dulu, Nad ... Saya ganti baju dulu ya .. ."
Nadira mengangguk dan kemudian memilih salah satu
kursi besi. D i a memandang air kolam renang biru yang me
nampilkan dasar kolam yang terbuat dari mozaik keramik
yang membentuk huruf TP. Nadira mulai membayangkan
bagaimana para pekerja keramik yang malang dihardik
untuk menghasilkan hurufTP itu dengan saksama dan rapi
seperti itu. Kepala Nadira ikut miring mengikuti huruf T
yang melingkar-lingkar berpelukan dengan huruf P dengan
presisi yang mengagumkan. Pada saat itulah cuping Nadira
mengembang karena aroma parfum segar yang menyerbu.
Nadira mengangkat kepalanya. Tito Putranto sudah berdiri
d i sampingnya. T e rsenyum. D i a kini mengenakan celana
hitam dan kemeja putih.
"Suka renang?"
"He?"
.
"Ayo ... , kita pindah ke dalam .. "
Kali ini mereka memasuki sebuah ruang duduk sebesar
lapangan bola. Tiba-tibasaja Nadiradiserbu warnaemasyang
menyilaukan matanya. Belum pernah dia melihat tembok
yang dipenuhi ukiran emas yang begitu banyak. Kali ini
dia melihat lukisan w a j ah Tito Putrantoyang dicangkokkan
ke tubuh Napoleon Bonaparte. Lukisan seluas dinding itu
dibingkai ukiran yang keriting, lagi-lagi, berwarna emas.
"Oh, itu c a t emas murni. .. ," kata Tito menanggapi
Nadira yang tengah menatap bingkai itu dengan takjub.
Nadira masih menganga. Emas. D i a membayangkan para
pekerja yang mengukir bingkai yang terbuat dari emas
murni itu pasti senewen betul; bayangkan jika terjadi setitik