Page 138 - 9 dari Nadira
P. 138

Geilo ,§).  Chudori





                 bukakan pintu dan memper           si  l a kan  Nadira masuk.
                       "Bapak sudah menunggu, silakan masuk."
                       Nadira  melangkah  perlahan,  karena  dia  ingin  "me­

                 motret"  halaman  depan.  Oh,  patung  Napoleon  itu,  Nadira
                 harus, harus menyentuhnya.  Napoleon  Putranto itu berdiri
                 dengan gagah perkasa menghadap jalanan dikelilingi tujuh

                 orang  bidadari  (entah  bagaimana  ada  perkawinan  antara
                 kisah Joko Tarub dan Napoleon). Jika bidadari dalam kisah
                 Joko Tarub  kehilangan  selendang;  di  sini  ketujuh  bidadari

                 tampak mengagumi tubuh Napoleon Putranto. Dari ketujuh
                 bidadari  yang  duduk  di  pinggir,  ada  salah  satu  bidadari

                 membawa tempayan yang memuncratkan air mancur ke se­
                 luruh penjuru.
                       Nadira menghampiri  salah satu bidadari malang pem­
                 bawa tempayan itu, dan mencuci tangannya.

                       Kemudian  dia  melangkah  masuk.  Prajurit  bersafari
                 hitam tadi  membawa  Nadira ke dalam lorong-lorong pan­
                 jang yang  akhirnya berujung  pada  sebuah  ruangan  besar

                 tertutup  beratap tinggi  penuh  ukiran  keemasan  yang  me­
                 lindungi sebuah  kolam  renang yang biru, luas, dan tenang.
                 D  i   sebelah kiri kolam renang, Nadira melihat sebuah tubuh
                 tengah  membelah  kolam biru itu menjadi  dua dengan  gaya

                 bak dolfin yang lincah, naik-turun, naik-turun, naik-turun.
                       Dengan  sekejap  sang Delfin  sudah  tiba d i   pinggir ko­
                 lam renang.  Kepalanya yang  basah  muncul dan  dia segera

                 membuka kacamata renangnya.
                       "Nadira?  Hai. .. ,"  Tito segera meloncat  naik ke pinggir
                 kolam renang.

                       Nadira tersenyum mengangguk, dan tidak tahu apakah
                 dia harustetap berdiri menyaksikan sang Dolfin mengibas­
                 ngibas air dan  memamerkan  dadanya yang tegap,  atau  d i a

                                d
                 duduk saja  i   rentetan  kursi  besi  di pinggir kolam  renang.
                 Dalam sekejap,  entah dari mana datangnya, tiga orang me-


                                                   1�1
   133   134   135   136   137   138   139   140   141   142   143