Page 136 - 9 dari Nadira
P. 136
beilo g,. Chudori
kalian. Lalu difotokopi untuk Pemimpin Redaksi, Redaktur
Eksekutif, bagian Legal, dan saya."
"Y M as ... "
a,
Nadir a masih duduk, menanti vonishukumannya. Tara
mengorek-ngorek tumpukan map penugasannya. T e r lihat
sibuk atau pura-pura sibuk. Yang jelas gerak-geriknya yang
terasa lamban itu membuat Nadira ingin sekali menempe
leng dia. T o h d i a sudah menonjok satu orang gila; kenapa
tidak sekalian dia tempeleng atasannya yang susah betul
mengucapkan satu bentuk hukuman, agar siksaan itu se
lesai: mengepel kakus; puasa menulis dua bu Ian; tak boleh
memegang liputan tiga bulan; duduk menyortir surat d i
meja sekretaris enam bu Ian; atau potong g a ji? Ayo. Lempar
hukuman itu sekarangjuga.
Nadira hanya menatap Tara, dan Tara tetap terlihat
sibuk mengorek-ngorek tumpukan map d i atas meja. Nah,
akhirnya dia menemukan apa yang dicarinya, lalu dia mem
berikannya pada Nadir a: Penugasan Wawancara.
Nadir a terperangah.
"Jangan girang dulu. ltu hukumanmu yang pertama.
Nanti ada serangkaian hukuman berikutnya. Apalagi kalau
kamu tidak mau minta maaf, kita akan menghadapi tun
tutan Bapak X. Tapi saya kira, i n i akan berakhir damai.
Nanti sore kamu harus menghadap P e m impin Redaksi. Biar
beliau saja yang meyakinkan kamu untuk minta maaf."
Nadira berdiri.
Sebelum melangkah, d i a mendengar Tara memang
i
gi lnya. Kali n i dengan suara yang lebih netral, seolah-olah
kemarahannya sudah mulai menguap.
"Aku ada sesuatu untukmu ... ; Tara mengambil seikat
bunga seruni berwarna putih dari laci. "Aku tak berhasil
.
menemukan tasbih ibumu .. "
"He?"
129