Page 131 - 9 dari Nadira
P. 131
'f asbih
yang dikenalnya dulu. Bertahun-tahun yang lalu. Sebelum
peristiwa ...
"Saya tak pernah tahu apa yang dilakukan istri saya
saat kami salat. Biasanya saya menjadi imam bergantian
dengan ayah saya. Tetapi, suatu hari, saya datang terlambat
untuk salat tarawih. Waktu itu tahun 1968, Soeharto sudah
mengambil-alih pimpinan negeri ini. Setiap wartawan asing
maupun lokal, termasuk saya, sedang mencari cara agar bisa
menemui Bung Kar no yang terisolasi saat itu. Gagal terus.
Saat saya datang ke Gang Bluntas untuk salat, saya lihat
ayah saya sudah memulainya. Dan, seperti biasa istri saya
duduk d i lantai, d i atas tikar d i ruangan yang sama. D i a
d
memej amkan matanya. Nadir a saat itu duduk i sampi ngnya
sambil menidurkan kepalanya .. ."
Tara memajukan kepalanya.
"I stri saya memegangtasbih cokelat itu ... dan dia komat
kamit... Saya yakin Nadira metnerima hembusan zikir itu ke
daun telinganya .. ."
Kali ini Tara yak in, dia melihat mata tua yang berkaca
kaca.
Tara teringat bagaimana dia menemukan Nadira di
bawah kolong meja yang memejamkan mata sambil komat
kamit.
"Mungkin ... Mungkin jika Nadira memegang tasbih
ibunya itu ... dia akan bisa lebihl tenang. Lebih ikhlasdengan
kepergian ibunya," kata Tara, penuh harap.
Bram menghela nafas. D i a menggeleng-gelengkan
kepalanya.
"Tasbih itu tidak ada pada saya, Tara .. ."
Bram mengambil rokok dan k e mbali menawarkan ke
pada Tara. Tara menolak sembari mengucapkan terima
kasih.
124