Page 127 - 9 dari Nadira
P. 127

'fasbih





                      Nadira seperti tersentak.
                      "Se  se o rang yang apa ....
                                                 ?"
                      ·seseorang yang ... "  Bapak  X  sengaja  memotong  kali­

                matnya;  sengaja  membuat  Nadira  semakin  masuk  dalam
                kamar tidur imajinatifnya.
                      "Apa?" Nadira hampir meledak.

                      ·seseorang yang lelah dengan dunia ... Seseorang yang

                ingin pensiun dari hidupnya ... "
                      Suara Bapak X  sangat  lembut  diatur seperti  satu  bait
                lagu.  i a   mengucapkan itu sembari  memejamkan matanya.
                       D
                                                                   d
                D  i a   sudah mencapai tingkat ekstase yang  i i nginkannya.
                      H  a nya dalam waktu dua detik, wajah  Bapak X  dihajar

                sebuah tonjokan yang luar biasa keras.

                                                  ***


                Sinar matahari pagi seperti tumpah-ruah menyirami gerom­
                                    d
                bolan alamanda  i   kebun  rumah keluarga Suwandi.
                      D  i   bawah  lindungan  rerimbunan kembang kuning itu­
                                      d
                lah  Bram  Suwan i   tertatih  memeriksa  anggreknya  satu
                persatu. T e patnya anggrek      m  i l i k   almarhumah istrinya. Tara
                memarkir mobilnya di s a mping rumah, dan dia bisa melihat

                ayah Nadira yang hampir mencapai usia  0   tahun itu tengah
                                                                 7
                berusaha membuat sisa hidupnya lebih berarti:  berbincang

                dengan bunga-bunga peninggalan istrinya.
                      Meski dia sudah senja, dan telinga kirinya sudah mulai
                tak berfungsi  dengan  baik,  Bram selalu  punya in sting yang
                jitu. Ada se  s e o r ang yang berd 1r i   di belakangnya.  i a   meno­
                                                                            D
                                                    i
                leh. Senyumnya mengembang perlahan.
                      "Selamat pagi, Pak ..  ."
                      Tara  menyalami  Bram  Suwandi,  wartawan  veteran

                yang sangat dikaguminya; yang memberinya inspirasi untuk
                menjadi wartawan. Bram mempersilakan Taradudukdi kursi
                kebun agar dia bisa menatap anggrek milik istrinya itu.


                                                   120
   122   123   124   125   126   127   128   129   130   131   132