Page 124 - 9 dari Nadira
P. 124

l:ieilo .§).  Chudori





                  N a d i r  a bisa melihat dengan jelas, abangnya bukan hanya
                 ketakutan,  t e t a p i   juga  t e r kejut  dan  heran.  Bagaimana
                 mungkin tiga monyet yang seclang berloncatan di luar b i s a

                 meledakkan  petasan  d i   dalam  kamar? Sudah pasti  a d a
                  orang lain yang melakukannya. T a p i  siapa?
                        Yu Nah m e n j erit dan mengancam akan memberitahu

                 Ayah dan /bu saat mereka sudah pu/ang dari kondangan.
                  N a d i r  a melirik Nina yang masih berdiri di pintu, melipat
                  tangannya.  W a j a h y a   tanpa  ekspresi.  Dia  tak marah me­

                 lihat baju-bajunya yang digantung hancur-lebur  d i h a j a r
                 petasan.  Nina  h a n y a   mengeluarkan  s a t u   perintah  untuk
                  Y u   Nah.

                        H Y u   N a h ,  jangan banyak mulut. Bersihkan s a j a r
                       Kalimat itu terdengar  dingin. Nina membalikkan tu­
                 buhnya dan meninggalkan kamarnya.
                       Sejak itu, ya se j ak itu, N a d i r  a tahu:  d ia   tak akan per­

                 nah  memaafkan  kakak  sulungnya.  Ketika  dia  melihat
                 abangnya  dihukum  oleh  Ayah  dan  /bu  ( t a k   boleh  main
                                                   b
                 p e t a s a n   se u m u r   h i d u p ;   tak  o l e h   keluar pada hari Minggu;
                  tak b o l e h   main bola, membaca Quran se t i a p   hari d i rumah
                  K a k e k   Suwandi;  tak  b o l e h   nonton  t e l e v i si ;   d a n   yang pa­
                 ling  s u l i t ,  tak  b o l e h   bertemu  dengan  /wan  d a n   Mursid
                  untuk waktu yang l a m a ) ,  N a d i r  a menyimpan kemarahan

                 yang sungguh dalam.  Dia  tak mau  /agi tidur satu kamar
                  d e n g a n   Nina.  Dan d ia   tak mau lagi melihat mata  kakak
                 sulungnya.


                                                    ***


                       "Kamu  membenci  kakakmu ...  Saya  bisa melihat  dari
                 matamu."

                       Suara  Bapak  X  yang  riang mengembalikan  Nadira ke
                 dalam ruangan  serse.  Nadira segera mengumpulkan  kesa­
                 darannya yang terpecah-belah. D i a   mengambil  sehelai tisu


                                                   117
   119   120   121   122   123   124   125   126   127   128   129