Page 129 - 9 dari Nadira
P. 129
'fasbih
"Tasbih? Yang dari kayu itu? ltu pemberian ayah saya
untuk istri saya," Bram tersenyum.
"Ya, Pak ... Nadira berceritatentangtasbih itu ... Apa bisa
sayapinjam sebentar, agar Nadira memegangnya? Mungkin ...
agar dia bisa ... bisa tenang .. "
.
Bram terdiam.
"Nadira masih belum bisa tidur?"
"Hampir setiap malam i a tidur di kantor ... , d i kolong
d
mejanya ... ; Tara menjawab dengan suara agak bergetar.
Bram mengambi I sebatangrokok dan menawarkan pad a
Tara. Tara menolak dan mengucapkan terimakasih. Dengan
d
suara rendah Bram menceritakan i antara para s e pupunya
yang berjumlah 21 orang itu, Nadira-seperti ibunya-yang
saat itu baru berusia enam tahun, selalu menolak mematuhi
struktur. Setiap libur, mereka diwajibkan belajar membaca
Quran, mendengarkan Kakek Suwandi bercerita tentang
mukjizat para nabi. Bram ingat bagaimana mata puluhan
keponakannya, para sepupu Nadira. yang membelalak men
dengar kisah Nabi Musa yang membelah Laut Mer ah.
"Ayah saya bercerita s e mbari menggambarkan lautan
yangterbelah itu di papan tulisdengan kapur warna-warni. ..
Fantastis ... ; kata Bram mengisap rokoknya.
Tara tersenyum membayangkan g e r ombolan sepupu
Nadir a.
d
"Tapi pasti ada satu kisah Nabi yang paling melekat i
hati Nadir a ... ; Tara menebak.
Bram tersenyum, "Waktu pelajaran membaca Quran,
Nadira tidur-tiduran d i bale sambil membaca. Kadang
kadang ketika para sepupunya tengah diceramahi aqidah
oleh neneknya, Nadira bermain kemah-kemahan dengan
menggunakan kelambu milik nenekdan kakeknya.Ayah saya
membiarkan d i a melakukan apa yang d i i nginkannya. I bu
saya kurang suka dengan ketidakaturan Nadira, dan sering