Page 126 - 9 dari Nadira
P. 126
beilo ,§. Chudori
"I bumu pasti punya beban yang begitu berat..., kalau
tidak, dia pasti tak akan mungkin memutuskan untuk me
ninggalkan ketiga anaknya yang sangat dia cintai. .. Kenapa,
menurutmu, kenapa dia mernutuskan untuk pergi?"
Pertanyaan itu. P e r tanyaan itulah yang s e lalu meng
ganggu Nadira hingga detik ini. Pertanyaan yang membuat
d
Nadira bergelung i kolong meja kerjanya setiap malam.
Pertanyaan yang membuat Nadira tak ingin pulang untuk
menemui ayahnya yang pasti duduk di depan televisi
ditemani ribuan nyamuk yang berdesing. P e r tanyaan
yang membuat Nadira bahkan tak berani lagi mendekati
ruangan tempat ibunya ditemukan tergeletak tiga tahun
lalu, tanpa nyawa. Pertanyaan yang mendesak-desak syaraf
keingintahuan Nadira, hingga Nadira kerap menjeduk
jedukkan kepalanya kedinding kamarnya, karena rasa sakit
di ubun-ubunnya yang tak kunjung pergi. Pertanyaan yang
akhirnya mendorong Nadira untuk pindah ke tempat kos,
karena dia tak sanggup lagi tinggal d i rumah yang masih
dihantui kenangan ibunya.
"Aku ... tak pernah paham kenapa lbu menginginkan
bunga seruni yang mengantarnya ke rumahnya yang ter
D
akhir," suara Nadira mulai serak. i a menahan tangis.
Bapak X menyentuh tangan Nadir a. Dan kali ini Nadira
tidak menolak.
"Aroma bunga melati terlalu semerbak ... , memang
tidak cocok dengan kepribadian ibumu ... "
Nadira terdiam men ah an air matanya yang nyaristum
pah. Suara Bapak X meniup-niup Iuka hatinya yang tengah
menganga.
"Sunga sedap malam te1ilalu mistis ... ; Bapak X meng
ucapkan itu seperti menyanyi.
" N a dira, memang bunga seruni cocok untuk seseorang
yang ...
"
119