Page 121 - 9 dari Nadira
P. 121

'[ asbih





                      Duar, duar!!!
                      T er d e n g a r   sorak-sorai gembira tiga m o n y e t  itu. Makin
                bergairah dan makin mengguncang rumah tua mereka d i

                kawasan  P e to jo,   d i  pusat J a k a rta.  Nadira  menghela  na­
                fas.  Dia akhirnya mengemas kerta�kertas d a n   m e s i n   tik­
                nya.  Untuk kali pertama  d ia   memutuskan  menggunakan

                "fasilitas· yang dianugerahkan a y a h n y a ,  yaitu, Nkamu boleh
                menggunakan  kamar  k e r j a   Ayah  kalau  ingin  mencari
                k e t e n angan.N

                      Nadira meletakkan mesin tik itu tepat d i  tengah m e ja
                kerja ayahnya; k e rtasukuran f o li o  d i  sebelah kiri d a n   dua
                halaman pertama yang sudah se l e s a i  diketik di sebelah ka­

                nan mesin tik.  Nadira menyadari:  d ia   dikelilingi c e rpen­
                                     y
                c er  p e n  kar yanya  a ngd ip a j a n g  a y a hnya  i d i n d i n g .  N a d i r  a
                                                                   d
                merasa risih dan aneh. Mungkin itu penting bagi ayahnya.
                T e t a p i   Nadira  merasa  tidak  ada  sebutir  d e b u   dibanding
                penuli�penulis yang d ip u j a nya:  Mark T w a i n ,  Louisa M a y
                Alcott,  dan  Charles Dickens.  Mereka  membangun  sebuah

                dunia yang mampu mengisap pembaca.  Mereka berhasil
                membuat  para  p e m b a c a   melekat  d i  dalam  dunia  itu
                seumur  hidupnya.  Artinya:  para  penulis luar  b i a s a   ini,
                menurut Nadir a, membuat  dia tak ingin kembali ke dunia

                nyata.  M e r e k a   sudah  memberikan  kunci  pada  sebuah
                dunia  gaib  di  abad  s ilam  dengan  c e r ita  yang  o h ,  luar

                b i a s a ,   sungguh  Nadira  tak ingin  d i p a k s a   untuk menaiki
                tangga d a n   nyemplung ke Jakarta d i  tahun 1 9 7 4 .  Sungguh
                suram,  kusam,  dan  tak menarik.  Nadira sudah  terlanjur
                merasa  seperti  bagian  dari huruf-huruf yang dibacanya.

                Dia adalah penduduk dunia rekaan para penulis yang d i ­
                cintainya.
                      Karena  itu,  Nadira merasa tidak (a tau  b e / u m )   layak

                m e m a j a n g   cerpen-cerpennya  di saat yang masih  terlalu
                pagi dan  dini di dinding ruang k e r j a   ayahnya.  Mungkin


                                                   114
   116   117   118   119   120   121   122   123   124   125   126