Page 18 - 9 dari Nadira
P. 18
jv1encari �eikot �eruni
apa-apa. Aku meletakkan Nadira d i atastempat tidur tan a
p
sep r e i. Aku meletakkan N a d i r a t a n p a s e t e t e s pun air susu
d i dalam tubuhnya. Aku mengelus-elus p i p i n y a , sekaligus
mengusir-usir air mataku yang memaksa keluar.
***
Jakarta, D esember 1991
Bunyi geremengan surat Yasin itu terdengar seperti
dengung lebah yang mengusap hati. Saling bersahut, meru
bung dan memagari lbu. Dari jendela dapur, aku melihat
lautan peci dan kerudung hitam yang duduk berbaris rapi
seperti iring-iringan semut hitam. Tampak Ayah dan Kang
Arya membacakan Yasin di dekat kepala lbu, seolah ingin
menjaga seluruh jasad I bu dari gangguan siapapun. Aku
melihat seuntai tasbih berwar na cokelat tua di antara jari
jari Ayah. Aku belum pernah melihat tasbih yang kelihatan
sudah tua itu. Di belakang Ayah, kulihat Kakek dan Nenek
Suwandi membaca Yasin dengan suara yang lebih halus.
0 rangtua I bu sud ah wafat beberapa tahun si lam.
Aku masih bisa mendengar sedu-sedan Yu Nina di ka
mar I bu. Lalu terdengar beberapa bibi yang mencoba mene
nangkan dia, agar kecenderungannya untuk histeris segera
red a.
Alangkah leganyajika kita punya kemampuan ekspresif
seperti Yu Nina. Alangkah bahagianya bisa memantulkan
kembali apa yang sudah memenuhi dada. Dari mana dia
bisa belajar menjerit, menangis. dan sesenggukan berke
panjangan seperti itu? I bu pernah mengatakan, sejak lahir
Yu Nina memiliki pabrik air mata di beberapa kantung ma
tanya. Apa saja yang tak terpenuhi akan menyebabkan kan
tung air matanya serta-merta produktif. Alangkah enaknya.
8