Page 19 - 9 dari Nadira
P. 19
l:ieilo ,§). Chudori
Apakah karena aku lahir sebagai anak terakhir, makanya
I bu kehabisan persediaan kantung air mata?
Beberapa ibu dari komplekstempat tinggal orangtuaku
menjerit kian-kemari menyiapkan minum alakadarnya dan
sesekali meminta persetujuanku yang, entah oleh siapa, di
angkat sebagai "pimpro" acara belasungkawa ini. Sebuah
mobil kijang mencericit masuk. Winda, salah seorang sepu
puku yang keranjingan menjadi nyonya repot itu turun dari
mobil dan berteriak meminta bala-bantuan. Seketika, tiga
atau empat pembantu menyambut Winda yang ternyata
membawa beberapa baskom bunga melati. Tiba-tiba, untuk
kali pertama, ada rasa panas yang membakar hatiku. Siapa
yang memesan melati di hari kematian ibuku?
Aku mendekati Winda, "Siapayang memesan kembang
melati ini?"
Aku terkejut mendengar suaraku seperti siraman air
es. Dingin. Dingin. Padahal aku tahu betul ada api yang te
ngah berkobar. Dadaku menggelegak.
Winda menatapku terkejut. Bibirnya yang mungil ha-
nya bergerak. Dia tahu betul aku jarang marah.
"Siapa?"
Suaraku menekan. Windatak berani bernafas.
"Aku pikir .. ."
Tiba-tiba saja, entah dari mana, ada tangan yang lang
sung saja meraih baskom yang penuh dengan tumpuk
an melati itu. Dan entah bagaimana, baskom melati ter
pelanting dan terdengar bu nyi gedumbrangan di lantai.
Ratusan kuntum melati kecil yang bernasib sial itu jatuh
terburai-burai bersamaan dengan jatuhnya suara cempreng
baskom yang terbuat dari kaleng itu.
Bersamaan dengan suara berisik itu, geremengan
surat Yasin di dalam terhenti seketika. Aku tak kuat lagi.
9