Page 241 - 9 dari Nadira
P. 241
Jlt Pedder fla�
Aku heran sekali. Kami tak pernah berkenalan. Bagai
mana dia bisa tahu namaku. D i a membalikkan tubuhnya.
Bibirnya terlalu merah untuk seorang lelaki. D i a tersenyum
dan mengajakku duduk i bangku piano, di sebelahnya.
d
"Aku selalu melihatmu membawa setumpuk buku me
nuju kelas l nggris."
"Bahasa I nggrisku masih buruk, • kataku terus
terang, "aku mengambil kelas ekstra agar bisa mengejar
Shakespeare."
"Kamu tidak sadar kita sekelas di tutorial Shakespeare?"
Aku menggeleng. Berbeda dengan lelaki Eropa yang
kukenal, Marc mengirimkan bau tubuh dan rambut yang
harum. I ni sungguh a j aib. Aku belum pernah bertemu lelaki
Eropayang bersahabat dengan air dan sabun. Aku segera saja
menyukainya. Bukan hanya karena dia pecinta Eric Satie,
tetapi karena dia sangat harum. Ketika kami berciuman, aku
bisa merasakan aroma cengkeh.
- 1 love Indonesians ... •
" H e r
Marc men gel uarkan rokok kretek dari kantungnya. Aku
segera memahami maksudnya. "Kami, para perokok jaha
nam, menyebutnyal ndonesians. Kalausedangkepingin, kami
I
keAmsterdam membeli n donesians ... , rokok Indonesia."
Aku mengangguk-angguk. Aku tidak pernah suka rokok.
Aku tidak suka asapnya dan sangat tidak cocok dengan akti
vitasnya {keluar-masuk mengisap sebatang kesia-siaan
hanya untuk mengotori udara. Untuk apa?}. Tapi entah
kenapa, bau harum tubuh Marc yang berbaur dengan bau
cengkeh dari bibirnya malah membangkitkan birahi. Ah,
kami masih pada fase tubuh yang segar dan t e guh. Kami
baru saja berkenalan dengan Pedder Bay dan kampus yang
terisolasi di tengah hutan pinus Victoria. Apa yang bisa
2�6