Page 39 - 9 dari Nadira
P. 39
l:ieila g,. Chudori
Jakarta, 1991
Jenazah I bu akan dimakamkan s e telah salat Jumat.
Berbaskom-baskom bunga melati d i dapur itu masih me
numpuk sementara geremengan pembacaan surat Yasin
semakin nyaring. KulihatYu Ninakini sudah bisaberdiri dan
keluar dari kamar diiringi dura orang bibiku yang memapah
Yu Nina, seolah dia sudah lumpuh total. Kedua matanya
bengkak. Kenapa aku masih saja belum bisa mengeluarkan
air mata sebutir pun?
"D ira ... "
Aku mengenal suara itu.
d
Utara Bayu. Bagaimana dia bisa menyelip ke dapur, i
antara puluhan bibi dan paman yang begitu banyak, yang
sedang wara-wiri tak keruan? Utara mendekat. Apakah
wajah dingin dan galak s e hari-hari di kantor itu sebuah
topeng yang dia tanggalkan? Utara memegang tanganku
dengan kedua tangannya.
"Saya ikut berduka cita.w
"Terimakasih .. ."
Lalu dia berbisik, "Bunga seruni bisa kamu cari d i
sini. .. agak jauh. Tapi kalau kita ngebut, saya rasa kita bisa
kembali tepat waktu."
Aku menatap kertas kecil yang diserahkan Utara
kepadaku:
Daisy Nursery, Cileumber, J a w a Barat.
Hanya satu menit kemudian terdengar suara Nina
memberi perintah kepada pembantu d i dapur untuk me
racik kembangmelati menjadi untaian yangakan diletakkan
di atas jenazah I bu. Aku mel ipat kertas yang berisi alamat
itu dan mengembalikannya kepada Tara. Aku mencoba me
nyusun kalimat: bagaimana Tara tahu aku sedang mencari
2 9