Page 54 - dear-dylan
P. 54
BANG BUDY kayaknya udah ketularan penyakit gila Pak Leo. Tadi pagi-pagi, dia telepon
dan langsung nyerocos di telinga gue kayak orang yang waktu hidupnya tinggal sepersekian
detik saja. Gue sampai terpaksa menginterupsi ocehannya itu, upaya terakhir gue mencegah
dia mengocehkan segala hal yang sama sekali tidak gue mengerti. Kayak dia nggak tahu aja
antara otak dan panca indra gue nggak pernah sinkron kalau gue baru bangun tidur dan belum
minum kopi.
Lucunya, begitu gue selesai menginterupsi, Bang Budy mematikan telepon. Gue terpaksa
memutar otak, berusaha mengingat apa ada potongan informasi yang bisa gue tangkap dari
ocehan Bang Budy sebelum dia mematikan teleponnya tadi. Samar-samar gue bisa mengingat
dia mengocehkan sesuatu yang kedengarannya seperti “datang ke kantor manajemen”, “Pak
Leo”, dan “laporan polisi”.
Begitu berhasil mengingat semua itu dan merangkainya jadi satu, gue langsung meloncat
turun dari tempat tidur, dan ngacir ke kamar mandi. Dalam sepuluh menit, gue sudah berlari
melintasi ruang tamu, menuju garasi untuk mengambil motor. Mama sempat menghentikan
gue sebelum gue mencapai pintu depan.
“Dylan, kamu mau k emana?” tanya Mama, berlari mengejar gue dari arah ruang makan,
dengan Mbak Vita mengikuti di belakangnya. Wajah Mama terlihat pucat.
“Mau ke kantor manajemen, Ma.”
“Kamu... kamu ada di semua infotainment pagi ini, Lan,” kata Mama dengan suara
bergetar, dan gue rasanya kepingin menonjok Yopie si artis karbitan itu sepuluh kali lagi.
Gue nggak pernah membuat Mama sampai sepucat ini, tapi gara-gara Yopie tengik itu...
“Aku bisa jelasin itu nanti, Ma. Aku janji aku bakal jelasin. Sekarang aku... harus buru-
buru ke kantor manajemen...”
Dan sekarang, saat gue sudah berada di ruang rapat di kantor manajemen, plus sudah
mendengar ulang semua yang ternyata diocehkan Bang Budy di telepon tadi, gue yakin nggak
akan sanggup menjelaskan ke Mama nanti.
Yopie sialan itu sudah memasukkan laporan ke Polda Metro Jaya. Dia melaporkan GUE,
atas tuduhan tindak kekerasan dan perbuatan tidak menyenangkan!
Gue kepingin tahu, apa bisa melaporkan dia balik dengan tuduhan penipuan dan
pencemaran nama baik!
Benar-benar gila, Bang Budy kan nggak pernah menyebutkan kami bakal bawa-bawa
polisi dalam skenario sinting ini!
“Kenapa kita harus melibatkan polisi?” protes gue. “Ini kan pada dasarnya hanya
sandiwara, untuk MENCARI SENSASI supaya Excuse bisa dikenal masyarakat, kenapa
sekarang malah bawa-bawa polisi?!” Gue dengan emosi menekankan pada kata “mencari
sensasi”.
Orang yang baru gue tahu adalah manajer Excuse, yang duduk di seberang meja sana,
wajahnya memucat dalam sekejap. Mungkin dia mengira vokalis Skillful adalah orang jinak
yang bisa dikendalikan dengan mudah oleh recording label dan manajemen. Pasti dia nggak
mengira gue bisa memprotes sekeras ini. You’re wrong, stupid.
“Ini karena semuanya terjadi tidak sesuai rencana, Dylan,” Pak Leo angkat bicara, dan
gue menatapnya dengan pandangan benci yang teramat sangat. SEumur-umur, gue nggak