Page 55 - dear-dylan
P. 55
pernah berurusan dengan polisi, bahkan dalam urusan sepele macam tilang sekalipun. Karena
gue mahasiswa fakultas hukum, gue tahu betapa pentingnya bagi masyarakat untuk taat pada
hukum. Tapi sekarang, gara-gara semua skenario sinting ini, gue berpeluang untuk punya
catatan kriminal!
“Apanya yang di luar rencana?” tanya gue berang. “Saya sudah melakukan apa yang Pak
Leo mau, kan? Saya sudah cari gara-gara dengan vokalis Excuse, supaya mereka bisa masuk
infotainment! Apa lagi yang di luar rencana?!”
“Seharusnya, kamu tidak melakukan itu di MTV Awards kemarin,” kata Pak Leo tenang,
melipat tangan di atas perutnya yang buncit.
“Memangnya amarah saya bisa ditunda?! Saya dari awal nggak setuju dengan rencana
ini, dan menolak melakukannya! Tapi dia,” gue menunjuk Yopie, “mendatangi saya di MTV
Awards kemarin, dan mengatakan hal-hal yang tidak sopan! Hanya orang idiot dan tuli yang
akan diam saja kalau mendengar omongannya kemarin!”
Seluruh ruangan sunyi senyap, yang terdengar hanya napas gue yang tersengal, berusaha
menahan diri untuk nggak menjungkirkan meja di ruang rapat ini. Pak Leo menatap gue
dengan mata melotot.
“Dylan, sabar...,” kata Bang Budy di telinga gue, tapi gue memelototinya dengan geram.
Gimana sih Bang Budy? Kenapa dia jadi melempem gini? Biasanya dia yang paling nggak
bisa terima kalau ada hal-hal di luar album atau prestasi Skillful yang masuk infotainment!
Biasanya dia yang paling meledak kalau manajemen Skillful diobok-obok sama orang luar!
Apa dia sudah dicuci otak sama Pak Leo?!
“Maslaahnya,” kata Pak Leo, kelihatan jelas berusaha meredakan kekagetannya atas
kata-kata gue tadi, “publisitas yang saya inginkan untuk Excuse bukan yang semacam ini.”
Gila kali ya dia? Bukannya dia sendiri yang merancang semua ini?
“Lalu, yang semacam apa?” tanya gue dalam desis berbahaya. “Apakah yang Pak Leo
inginkan adalah publisitas yang mengangkat Excuse, tapi menghancurleburkan Skillful?
Iya?”
Pak Leo terdiam. Entah dia memikirkan apa dalam otak kotornya itu. Cih, dari dulu gue
memang sering mendengar selentingan bahwa bos recording label ini sering bermain kotor
dalam bisnisnya. Banyak rumor yang berembus tentang kelicikan Pak Leo dalam menyerobot
penyanyi-penyanyi potensial yang seharusnya hampir dimiliki recording label lain. Juga ide-
idenya dalam mencari sensasi agar artis-artisnya sendiri dapat perhatian dari masyarakat.
Selama ini, gue nggak percaya semua rumor itu, tapi melihat apa yang terjadi sekarang,
gue jadi menyesal kenapa nggak dari dulu-dulu gue mikir apa yang bakal gue lakukan
seandainya gue dalam posisi seperti sekarang.
“Kita akan mengatur, supaya nanti Yopie mencabut laporannya di Polda,” kata Pak Leo
setelah terdiam cukup lama. Semua mata dalam ruangan yang tadinya memandangi gue,
sekarang menatap Pak Leo.
“Bagus. Kalau perlu suruh dia bikin pernyataan maaf di media nasional,” sambar gue
ketus.
“Maaf, Dylan, tapi kamu-lah yang akan membuat pernyataan maaf di media nasional.”
“APA?!” Gue membeliak. Kuping gue masih normal, kan?