Page 58 - dear-dylan
P. 58
pasti bubar jalan! Mereka mah nggak lepel sama Skillful! Skillful kan jagoan saya!” Pak
Kirno menepuk-nepuk bahu gue bersemangat.
Dan mendadak gue sadar, apa yang dibilang Pak Kirno itu benar. GUe nggak akan
membiarkan Yopie dan segala kutu busuk sekutunya itu merasa puas karena mendapatkan
apa yang mereka mau. Gue akan membuat orang melihat, band yang benar-benar bagus lah
yang akan bertahan.
* * *
Mama bolak-balik meremas tangan Mbak Vita sepanjang gue menjelaskan lelucon buruk apa
yang sebenarnya terjadi sekarang. Tora dan Papa yang ada di sofa seberang diam saja, cuma
saling mengangkat alis, seolah mereka sudah menemukan bahasa isyarat baru dengan
mengangkat alis itu, dan sekarang sedang membicarakan gue dengan bahasa itu.
“Yah, jadi gitu, Ma, Pa, Tor, Mbak Vit... Aku awalnya menolak rencana ini, tapi tiba-tiba
aja anak itu datang dan ngomong yang nggak-nggak di depanku dan Alice, jadi aku emosi...
Aku pukul aja dia!”
“Dylan, Dylan...” Mama menggeleng-geleng dengan sedih, lalu pindah duduk di sebelah
gue dan memeluk gue. “Kenapa harus kamu? Kenapa nggak orang lain aja yang disuruh
melakukan itu semua? Kamu kan nggak pernah macam-macam...”
Gue menatap Papa, Tora, dan Mbak Vita dari balik bahu Mama, dan menghela napas.
“Justru orang kayak gitu yang mereka cari, Ma. Orang yang nggak pernah macam-macam,
yang bakal bikin geger kalau masuk infotainment karena mukulin orang...”
Seisi ruangan terdiam, gue sampai nggak tahu harus ngomong apa lagi. Aneh banget,
keluarga gue, yang adalah keluarga Batak yang biasanya nyaris nggak bisa diam, sekarang
kehilangan suara begini. This is soooo not us.
“Nanti juga bakal selesai masalahnya, Ma. CUma perlu muncul di infotainment sekali
lagi kok, sok-sok damai, Yopie bakal mencabut laporan polisi, aku bakal bikin permintaan
maaf pura-pura...”
“Cabut laporan polisi?” tanya Tora kaget, dan Mama melepaskan pelukannya ke gue.
“Masalah sandiwara begini bawa-bawa polisi juga, Lan?”
Gue mengangguk letih. Sedari tadi gue berusaha menghindar menceritakan soal laporan
polisi itu, tapi gue sadar cepat atau lambat keluarga gue bakal tau juga dari infotainment, dan
akan lebih baik kalau mereka mengetahuinya lebih dulu langsung dari gue.
“Iya. Pak Leo merasa Excuse belum cukup dapat perhatian dengan semua yang gue
lakukan. Dia pikir, sedikit melibatkan polisi akan lebih baik. Sensasinya akan lebih... hebat.”
“Tapi lo jadi punya catatan kriminal,” gumam Mbak Vita dengan suara kering. Gue
nggak pernah mendengar nada suara Mbak Vita yang seperti itu sebelumnya, karena biasanya
dialah yang paling tenang dan selalu punya jalan keluar kalau di antara kami-kami ini ada
masalah, tapi sekarang dia juga gelisah.
“Iya sih... tapi laporannya bakal dicabut sebelum ada pemeriksaan apa-apa kok, Mbak.
Aku nggak bakal sampai ditahan atau apa...”
Lagi-lagi seisi ruangan terdiam, dan gue merasa nggak tahan lagi dengan kondisi kayak
gini.