Page 60 - dear-dylan
P. 60

MEMANG MAKIN SIP!







               “EHH... Lice, sori nih gue nanyain hal yang nggak enak gini, tapi tadi pagi gue lihat cowok lo di
               TV...”
                    Aku  menelan  ludah.  Sepagian  ini,  sejak  aku  menginjakkan  kaki  di  sekolah,  aku  memang
               merasakan bisik-bisik heboh di sekitarku. Aku tahu apa yang mereka semua bicarakan. Apa lagi
               kalau bukan kasus Dylan?
                    Tapi  sekarang,  Oscar,  teman  sekelasku  sekaligus  cowok  paling  cool  yang  biasanya  nggak
               pernah bawel sama urusan orang lain pun, tiba-tiba saja berkomentar begitu.
                    Yeah, masalah ini  memang  benar-benar sudah kronis.  Kalau diibaratkan penyakit kanker,
               masalah ini sudah stadium lanjut. Oscar saja sampai bisa memberikan komentarnya.
                    Ditambah lagi, Dylan belum menjelaskan apa pun ke aku tentang kenapa dia bisa sampai
               dilaporkan ke polisi! Padahal semua infotainment pagi ini menayangkan itu! Tapi setelah kemarin
               seharian nggak bisa dihubungi, Dylan cuma SMS, bilang akan menjelaskan semuanya hari ini.
                    Plis  deh,  bukannya  ini  semua  seharusnya  cuma  sandiwara?  Kenapa  Dylan  sampai  harus
               dilaporkan  ke  polisi?  Apa  Dylan  memukul  si  Yopie  brengsek  itu  terlalu  keras,  lalu  dia  nggak
               terima, dan memutuskan sebodo amat dengan segala rencana sandiwara, lalu mengadu ke polisi?
                    Aku  benar-benar  menyesal  Dylan  cuma  memukul  anak  kurang  ajar  itu  sekali.  Dia  benar-
               benar nggak tahu diri!
                    Dan pemilik recording label tempat Skillful bernaung itu... entah bakal masuk neraka tingkat
               berapa dia! Bisa-bisanya bikin Dylan kena masalah sampai kayak gini!
                    “Mmm...  Lice,  sori...  lo  pasti  nggak  mau  ngomongin  ini,  ya?”  tanya  Oscar  lagi,  kali  ini
               dengan nada nggak enak, mungkin dia baru sadar sudah menanyakan hal yang sensitif.
                    “Nggak  papa,  Os...  Gue  udah  menduga  kalau  hari  ini  gue  bakal  menghadapi  banyak
               pertanyaan,”  kataku pelan.  “Cowok gue memang lagi  ada masalah,  dan dia sampai seperti  itu
               karena belain gue...,” aku setengah berbohong. Ya, Dylan memang seharusnya membelaku dalam
               sandiwara  itu,  tapi  pada  kenyataannya  kan  dia  memukul  Yopie  karena  mulut  cowok  bego  itu
               nggak pernah mengenyam tata krama, dan menyebabkan Dylan muntab.
                    “Iya, gue dengar katanya cowok vokalis band apaaaa... itu, you know, yang ditonjok Dylan,
               katanya cowok itu gangguin lo, ya?”
                    Aku  mengangguk,  menambah  satu  kebohongan  lagi.  “Orang  itu  mulutnya  perlu
               disekolahin.”
                    Oscar nyengir. “Memang ada orang-orang yang kayak gitu. Kalau mulutnya nggak makan
               bangku sekolah, at least tu mulut harus makan tinju sekali, biar punya etika, hehe...”
                    Mau nggak mau aku tertawa. Oscar cowok yang baik, dan aku juga nggak pernah lupa dia,
               dan Moreno, yang juga teman sekelasku, pernah menyelamatkanku saat hampir ditabrak mobil.
                    Yah... ceritanya panjang. Itu kejadian saat aku dan Dylan sempat putus setahun yang lalu.
                    “Tapi, Lice, kalau cowok los ampai dilaporin ke polisi...”
                    Aku  menggigit  bibir,  nggak  tahu  harus  memberikan  komentar  apa.  Dylan  belum
               menjelaskan apa pun ke aku soal polisi-polisian ini, dan aku nggak mau sampai salah bicara di
   55   56   57   58   59   60   61   62   63   64   65