Page 64 - dear-dylan
P. 64
nggak sih? Dia benar-benar memperlakukan Dylan seperti... sampah. Seolah Dylan cuma vokalis
band besutan Pro Music yang penjualan albumnya seret, dan lebih baik dijadikan tumbal!
Heloooo, Pak Leo, nggak ingat ya, dari album terakhirnya saja, Skillful sudah
menyumbangkan tujuh platinum?! Apa vokalis band utama seperti itu yang Anda korbankan
untuk mempopulerkan band nggak jelas macam Excuse?
Hhh... tapi aku dan Dylan sudah memutuskan mengambil sikap cuek terhadap semua itu.
Toh masalahnya sudah selesai, Pak Leo sudah mendapatkan apa yang dia inginkan. Seenggaknya
sekarang kalau Excuse muncul di TV, penonton akan berkomentar “Ohh, gue tahu! Cowok ini
yang dulu pernah dibogem sama Dylan Skillful, kan?”, dan bukannya “Sape tuh?”
Asal setelah ini Pak Leo nggak mengganggu Dylan lagi aja! Awas kalau iya!
“Haha... iya, Bu, si Alice baru bangun ini, masih bengong di kamarnya. Iya... tunggu
sebentar, ya...”
Eh, ngomong sama siapa tuh Mama? Kok menyebut-nyebut aku? Mama bilang aku baru
bangun dan masih bengong di kamar, pula! Nggak bener nih!
Mama muncul di ambang pintu kamar kurang dari dua detik setelah aku mendengar
suaranya, tangannya mengangsurkan telepon wireless padaku. Rupanya tadi Mama bicara di
telepon.
“Siapa?” tanyaku bingung.
“Mama Dylan.”
“Haaah?!” Tante Ana??? Mama menyebut-nyebut kalau aku baru bangun tidur jam dua belas
siang di hari Sabtu pada Tante Ana???
Well done, Mom. Kalau setelah ini Tante Ana ilfil padaku dan menyangsikan aku untuk jadi
menantu yang baik, itu semua gara-gara Mama.
“Katanya tadi telepon HP kamu, tapi nggak aktif, makanya nelepon ke rumah,” bisik Mama,
masih sambil mengangsurkan telepon wireless yang belum kuambil dari genggamannya.
“Ihh, tapi itu kan nggak berarti Mama harus cerita-cerita ke Tante Ana bahwa aku baru
bangun! Mama gimana sih???” desisku jengkel, tapi Mama malah cengengesan dan meninggalkan
kamarku.
“Halo,” kataku akhirnya ke gagang telepon.
“Selamat siang, Alice,” kata Tante Ana ramah, tapi aku menelan ludahku. Glek! Selamat
SIANG, katanya! S-I-A-N-G, bukan pagi!!! “Baru bangun tidur?”
“Eh... oh... nggak... saya udah bangun dari tadi kok TAnte, udah mandi juga... Cuma tadi lagi
baca-baca majalah di kamar, jadinya Mama kira saya masih tidur, hehe...” Aku mengarang cerita
yang, kuharap, bisa menaikkan lagi image-ku yang sudah jeblok di depan Tante Ana.
“Ohh, kalau baru bangun juga nggak papa, kan hari libur, hehe... Dylan juga masih tidur
tuh.”
“Hehehe iya, Tante...,” gumamku sambil cengengesan nggak penting. Harus cepat
mengalihkan topik pembicaraan sebelum Tante Ana makin ilfil sama aku nih!” O iya, Tante cari
saya ada perlu apa?”
Aku jadi penasaran, apa tujuan Tatne Ana meneleponku? Nggak mungkin cuma mau
ngobrol-ngobrol, kan? Kalau memang begitu, kan bisa besok-besok kalau aku ke rumah Dylan.
Atau jangan-jangan... Tante Ana sudah tahu kalau akulah yang menginjak pot mawarnya
waktu itu?! Aduuhhh tidaaakk...! Aku kan benar-benar nggak sengaja!
Tapi nggak mungkin ah, kan aku ngak cerita soal “dosa”-ku yang satu itu ke siapa pun.